/sastra/katalog/judul/judul.inx.php
| Sajarahe Sagunging Para Ratu, British Library (MSS Jav 33), 1764, #1033 | ||||||||||||
|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| Katalog # | : | 1033 | ||||||||||
| Jumlah kata | : | 67.205 | ||||||||||
Koleksi (digital) :
| ||||||||||||
Ikhtisar : Sajarah Ratu adalah naskah Jawa yang menggambarkan perkembangan dinasti dan nilai kepemimpinan di tanah Jawa. Ditulis dalam bentuk tembang macapat dan bertarikh 1764, teks ini memadukan silsilah, komentar spiritual, dan kisah-kisah legendaris mengenai perubahan politik untuk menjelaskan kemunculan otoritas kerajaan dari masa ke masa.Naskah ini diawali dengan pupuh Dhandhanggula yang terputus, terdiri dari dua puluh bait. Bagian ini merupakan pengantar tematik, menggambarkan kepemimpinan, kebijaksanaan, peran penasihat, serta bahaya ketidakseimbangan. Meskipun tidak terhubung langsung dengan alur utama dan ditulis dengan tangan berbeda, tetapi bagian ini memberikan kerangka etis pada keseluruhan naskah. Kisah utama dimulai dengan silsilah suci yang menelusuri garis keturunan raja-raja Jawa dari Nabi Adam dan figur-figur kenabian lainnya. Garis ini diteruskan oleh para wali yang secara simbolik menghubungkan otoritas spiritual dengan fondasi kerajaan-kerajaan di Jawa. Sebelum masuknya Islam, bentuk kepemimpinan kerajaan diwakili oleh tokoh Prabu Siliwangi dari Pajajaran, sementara kemunculan awal tokoh-tokoh wali seperti Sunan Ngampeldenta menandai transisi menuju tatanan Islam. Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, naskah ini mengisahkan serangkaian peristiwa legendaris yang melibatkan perebutan kekuasaan, perjalanan spiritual, dan pergantian aliansi. Episode-episode ini berpuncak pada pembagian simbolik Pulau Jawa antara dua bersaudara, Ciyungwênara yang memerintah di barat (Pajajaran), dan Prabu Sesuruh di timur (Majapahit). Kesepakatan ini menandai lahirnya dua pusat kekuasaan utama. Selanjutnya, berbagai peristiwa di Jawa Timur disampaikan dengan fokus pada istana Majapahit: konflik suksesi, persaingan antar pewaris, dan gejala instabilitas. Meskipun tidak utuh, uraian ini mempersiapkan panggung bagi munculnya aktor-aktor baru, khususnya tokoh spiritual dan penguasa lokal, yang membentuk kondisi bagi kemunculan Demak dan pergeseran dari sistem Hindu-Buddha menuju Islam. Menurut kronik Jawa lainnya, transisi ini berlangsung sekitar awal abad ke-16. Demak muncul sebagai kerajaan Islam besar pertama di Jawa. Raden Patah naik takhta dengan dukungan para Wali Sanga. Legitimasi kerajaan ini dibangun atas dasar spiritual dan politik. Setelah beberapa pergantian pemimpin dan konflik internal, Demak mengalami kemunduran, membuka jalan bagi kemunculan Pajang. Raja Pajang, Hadiwijaya (Jaka Tingkir), berupaya memulihkan persatuan tetapi menghadapi perlawanan dari daerah-daerah lain. Konflik Pajang dengan Jipang dicatat dalam naskah ini terjadi pada S 1471 (1549–50). Setelah wafatnya Hadiwijaya, fragmentasi politik semakin dalam dan otoritas Pajang melemah. Hal ini menciptakan ruang bagi munculnya kekuasaan baru dari wilayah pedalaman, yaitu Mataram. Dari Mataram, Senapati Ingalaga mulai memperkuat pengaruhnya setelah wafatnya sang ayah, Ki Pamanahan, yang dalam naskah ini ditanggalkan S 1490 (1568–69). Sementara kronik Jawa lainnya mencatat kemunculan Senapati sekitar 1584, dengan masa pemerintahannya berlangsung hingga wafat pada 1601 (Ricklefs 1981, hlm. 37). Meskipun awalnya merupakan bawahan Pajang, Senapati membangun basis kekuasaan mandiri yang diperkuat restu keagamaan dari Giri. Kepemimpinannya ditandai bukan hanya oleh ekspansi militer, tetapi juga oleh sikap menahan diri, kesadaran garis keturunan, dan afiliasi spiritual, yang bersama-sama membentuk dasar dinasti baru. Kampanye militer Senapati terhadap wilayah-wilayah seperti Madiun, Panaraga, dan Surabaya dijelaskan secara rinci. Episode-episode ini menampilkan perlawanan, penaklukan, dan akhirnya penyerahan, serta makna politik dan simbolik dari tiap kemenangan. Naskah ini diakhiri dengan pecahnya konflik antara Mataram dan Pati. Senapati bersiap untuk bertempur bersama para sekutu dekatnya. Alih-alih memberikan akhir kisah secara tuntas, uraian ini menekankan ketidakpastian, keraguan, dan perpecahan batin. Teks berakhir tiba-tiba ketika konflik dimulai. Meski bukan kronik lengkap, Sajarah Ratu menyajikan uraian terstruktur tentang evolusi dinasti Jawa, dari silsilah suci hingga naik-turunnya pusat-pusat kekuasaan, dan berakhir dengan kemunculan Mataram. Sepanjang naskah, pergantian kekuasaan tak hanya digerakkan oleh kekuatan militer, melainkan juga oleh negosiasi keluarga dan pertimbangan moral. Kepemimpinan digambarkan sebagai keseimbangan antara ambisi dan penahanan diri, antara penaklukan dan kebijaksanaan, menawarkan wawasan tentang bagaimana otoritas diingat, dibenarkan, dan diwariskan. Naskah Sajarah Ratu ini terdiri dari 42 pupuh, 2.057 bait, 16.542 gatra, dan total 59.106 kata, tidak termasuk bagian pembuka Dhandhanggula yang terputus. Naskah ini bertarikh 1764 dan merupakan versi awal dari naskah serupa di British Library (MSS Jav 10) yang dibuat tiga puluh tahun kemudian pada 1794 dalam bentuk yang lebih tertata (lihat Sajarahe Sagunging Para Ratu, MSS Jav 10). | ||||||||||||
Deskripsi
| Judul | ||
| Dalam | : | Sajarahe Sagunging Para Ratu |
| Tipe | : | Naskah |
| Bentuk | : | Tembang |
| Bahasa | : | Jawa |
| Aksara | : | Jawa |
| Penyusun | ||
| Tanggal | : | Sapta (Sêtu) Pon sawêlas (11) Sawal Wawu: gapura naga kawayang jalmi (AJ 1689). Tanggal Masehi: Jumat 13 April 1764. Perbedaan satu hari (Jumat vs Sêtu) sering terjadi dalam konversi tanggal Jawa. |
| Jilid | ||
| Halaman | : | 376 (188 folios) |
| Sumber | ||
| Katalog | : | British Library MSS Jav 33 Digital |
| Ukuran | : | 20.25 x 14 cm., 19 baris per halaman. |
| Kertas | : | Eropa "SCK". Lihat deskripsi di: Ricklefs et al., 1977, p. 62. |
| Penomoran | : | 394 faksimili digital: ff. 1–188 + f. blef + f. brig + f. bspi + ff. se1–3. |
| Digitalisasi | ||
| Tanggal | : | 2024-12-18 |
| Sumber dari | : | British Library MSS Jav 33 Digital |
| Pemindaian | : | British Library |
| Pengalihaksaraan | : | Yayasan Sastra Lestari |
| Pengetikan | : | Yayasan Sastra Lestari |

