/sastra/katalog/judul/judul.inx.php
Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064
Katalog #:1064
Jumlah kata:28.321
Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064: Citra 1 dari 8
Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064: Citra 2 dari 8
Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064: Citra 3 dari 8
Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064: Citra 4 dari 8
Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064: Citra 5 dari 8
Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064: Citra 6 dari 8
Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064: Citra 7 dari 8
Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064: Citra 8 dari 8
Koleksi (digital) :
1. Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064 (Pupuh 01–22). Kategori: Kisah, Cerita dan Kronikal > Cerita. Tanggal diunggah: 21-Okt-2025. Jumlah kata: 13.922. Berapa kali dibuka: 115.
2. Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064 (Pupuh 23–40). Kategori: Kisah, Cerita dan Kronikal > Cerita. Tanggal diunggah: 21-Okt-2025. Jumlah kata: 14.399. Berapa kali dibuka: 37.
» Sêrat Găndakusuma, British Library (Add MS 12294 a), 1801, #1064. Pangkalan-data > Tembang macapat.
Ikhtisar :
Sêrat Găndakusuma merupakan sebuah karya sastra Jawa berbentuk tembang macapat yang disusun pada tahun 1801. Naskah ini mengisahkan perjalanan spiritual dan politik Radèn Găndakusuma, putra mahkota dari kerajaan Bandaralim. Teks ini menggambarkan transformasi seorang tokoh duniawi menjadi raja suci yang menegakkan kembali tatanan ilahi di dunia, yang dikemas dalam perpaduan unsur heroik, mistik, dan agamis (Islam).

Kisah diawali dengan pupuh pembuka yang berisi doa dan kolofon, kemudian menguraikan masa pemerintahan Sri Bupati Bandaralim, seorang raja yang dikenal adil dan saleh. Dari pernikahannya dengan Dèwi Ambarwulan, putri raja Bragêdad, lahirlah Radèn Găndakusuma, yang tumbuh menjadi sosok bijak dan berbudi luhur. Namun muncul persaingan dalam istana, dipimpin oleh Raden Takiyur, seorang pangeran berketurunan tidak jelas. Ketika sang raja sudah lanjut usia, Takiyur mengumpulkan pengikut, menyandang gelar Prabu Jaka, dan menantang pewaris yang sah. Setelah ditolak pengakuannya, ia menempuh jalan kekerasan dengan mengutus makhluk gaib untuk menculik Găndakusuma. Dalam penawanan, Găndakusuma menghadapi musuhnya dengan tenang dan tabah. Pertarungan mereka berakhir dengan kematian Găndakusuma, disusul turunnya Dèwi Pramèsthi Sarirasa, dewi laut yang menjemput jiwanya ke alam gaib.

Atas kuasa sang dewi, Găndakusuma dihidupkan kembali di antara dunia manusia dan dunia dewa. Hubungan mereka kian erat, dan sang dewi mengungkapkan jati dirinya sebagai Sang Manik Turateyan, penjaga kehidupan dan kematian, yang kemudian mengembalikan Găndakusuma ke alam dunia. Setelah kepergiannya, Găndakusuma mengembara dalam duka, menghadapi berbagai ujian iman dan godaan, hingga takdir menuntunnya ke negeri Kăndhabumi, yang diperintah oleh Prabu Dasaboja, seorang raja Muslim sekutu Raja Bahman dari Kabahbumi. Pramèsthi Sarirasa juga hadir di sana dan menentang Dasaboja yang telah memaksa adiknya, Rêtna Sariragi, untuk menikah. Pertarungan mereka berakhir dengan gugurnya sang raja zalim, dan tatanan moral pun pulih. Găndakusuma dan Sarirasa bersatu kembali, membawa kedamaian ke istana. Di hadapan para penguasa, Găndakusuma menyatakan keimanannya kepada Islam sebagai hukum ilahi (syara'), dan rakyat mengikutinya, sehingga seluruh negeri bersatu di bawah satu kepercayaan.

Dipandu oleh Sarirasa, Găndakusuma menuju pertapaan Bêgawan Kanekaputra, tempat ia menerima wahyu mengenai takdirnya. Sang resi, yang mengenalinya sebagai putra pilihan sebagaimana tertulis dalam ramalan, memberkati penyatuannya dengan Sarirasa dan kemudian menjadi penasihat utamanya. Kanekaputra diberi amanat suci untuk mengambil kembali Tunggul Nagakântha, panji kerajaan yang melambangkan kedaulatan kosmis, dari negeri jauh bernama Sadalsah. Tugas ini menandai awal perluasan kewibawaan Găndakusuma melampaui Kăndhabumi. Ketika Kanekaputra berangkat, Găndakusuma terseret dalam pergolakan yang lebih luas dan menjalin persekutuan dengan para raja dari Turki, Jarmah, Kore, Parêsi, Ngabêsah, dan Bragêdad yang bersatu dalam satu tujuan. Namun kekuatan penentang bangkit kembali, para Majusi dari barat beserta sekutunya Basundari, Pamunah, Bindari, Pragalba, Sujalma, dan Takiyur, yang menolak tatanan baru. Setelah peperangan sengit, kerajaan-kerajaan lawan takluk, dan regalia suci—yakni pedang kerajaan (Pêdhang Kangkam), payung bertingkat tiga (Payung Susun Tiga), dan gendang kebesaran (Si Takêrbumi)—berhasil direbut kembali, menandai pemulihan wibawa ilahi dan keseimbangan dunia.

Usai kemenangan itu, Găndakusuma dan para sekutunya berkumpul di Betal Mukadas (Bayt al-Maqdis), yang digambarkan sebagai pusat spiritual dunia. Di sana, para raja sekutu memperbarui ikrar keimanan dan mengakui Găndakusuma sebagai penguasa sah. Di bawah bimbingan Kanekaputra, hukum dan pemerintahan diselaraskan dengan keadilan ilahi, menjadikan kerajaannya teladan bagi ketertiban dan kesalehan. Pada masa tuanya, Găndakusuma bermimpi melihat seekor naga di dalam cêcupu manik, wadah permata bercahaya yang dijaga di negeri jauh bernama Jarjis. Ia mempercayakan pencarian benda suci tersebut kepada Kanekaputra, dan dengan penglihatan ini kisah Găndakusuma berakhir, membuka jalan bagi kisah baru.

Bagian berikutnya berkisah tentang Jaka Radeya, seorang pangeran Bandaralim yang diasuh oleh ratu langit Ni Rêtna Gênawati. Dipandu oleh nubuat, ia menempuh perjalanan panjang dan berbahaya menuju Jarjis, menghadapi ilusi, naga raksasa, serta putri-putri penjaga cêcupu manik, wadah permata yang pertama kali muncul dalam mimpi Găndakusuma. Puisi ini berakhir sebelum pencarian itu tuntas, meninggalkan nasib Radeya dan rahasia permata tersebut tanpa jawaban.

Naskah Sêrat Găndakusuma ini terdiri atas 40 pupuh, 1.016 bait, 7.622 gatra, dengan jumlah keseluruhan 26.367 kata. Naskah ini merupakan teks pertama dari dua karya yang termuat dalam manuskrip yang sama (Add MS 12294), sedangkan karya kedua adalah versi Selarasa yang dikatalogkan secara terpisah (lihat Selarasa). Sebagaimana dijelaskan di atas, kisah Radèn Găndakusuma berlangsung dari Pupuh 1–31, kemudian disusul kisah Jaka Radeya pada Pupuh 32–40. Kedua cerita tampak berdiri sendiri, tetapi dihubungkan secara longgar melalui motif cêcupu manik, wadah permata suci yang muncul dalam penglihatan terakhir Găndakusuma dan menjadi tujuan pencarian Radeya.
Memuat :

Deskripsi

Judul
Tipe:Naskah
Bentuk:Tembang
Bahasa:Jawa
Aksara:Jawa
Penyusun
Tanggal:Sêlasa Êpon (Slasa Pon) kalih likur (23) Rabiulawa (Mulud) Be: jilma muni kêrni naga (AJ I728) [dibaca dari kiri ke kanan]. Tanggal Masehi: Selasa 4 Agustus 1801.
Jilid
Halaman:132 (folios 1–66)
Sumber
Katalog:British Library Add MS 12294 Digital
Ukuran:26.5 x 18.5 cm., 17 baris per halaman.
Kertas:Jawa. Lihat deskripsi di: Ricklefs et al., 1977, pp. 46–7.
Penomoran:Naskah utuh – 378 faksimili digital: ff. 1–183 + f. blef + f. brig + f. bspi + ff. s1 + ff. se2–4.
Digitalisasi
Tanggal:2025-05-24
Sumber dari:British Library Add MS 12294 Digital
Pemindaian:British Library
Pengalih­aksaraan:Yayasan Sastra Lestari
Pengetikan:Yayasan Sastra Lestari