Cênthini, Kapustakan Jawi Purbacarakan, 1953, #1287 (Pupuh 01–24)

Judul
Sambungan
1. Cênthini, Kapustakan Jawi Purbacarakan, 1953, #1287 (Pupuh 01–24). Kategori: Kisah, Cerita dan Kronikal > Sêrat Cênthini.
2. Cênthini, Kapustakan Jawi Purbacarakan, 1953, #1287 (Pupuh 25–42). Kategori: Kisah, Cerita dan Kronikal > Sêrat Cênthini.
Citra
Terakhir diubah: 09-12-2020

Pencarian Teks

Lingkup pencarian: teks dan catatan-kakinya. Teks pencarian: 2-24 karakter. Filter pencarian: huruf besar/kecil, diakritik serta pungtuasi diabaikan; karakter [?] dapat digunakan sebagai pengganti zero atau satu huruf sembarang; simbol wildcard [*] dapat digunakan sebagai pengganti zero atau sejumlah karakter termasuk spasi; mengakomodasi variasi ejaan, antara lain [dj : j, tj : c, j : y, oe : u, d : dh, t : th].

TJENTHINI

[Grafik]

Cênthini

TJENTHINI I
TJENTHINI II
TJENTHINI III
TJENTHINI IV
TJENTHINI V
TJENTHINI VI
TJENTHINI VII
TJENTHINI VIII
TJENTHINI IX
TJENTHINI X
TJENTHINI XI
TJENTHINI XII
TJENTHINI XIII
TJENTHINI XIV
TJENTHINI XV
TJENTHINI XVI

TOKO BUKU "SADUBUDI" - SOLO

--- 1 : [1] ---

PURWAKA

Sampun dangu anggèn kula badhe ngêdalakên Sêrat Cênthini karanganipun swargi R.Ng. Yasadipura II saha R.Rg. Sutrasna, inggih punika Sêrat Cênthini 16 jilid dalah Sêrat Cêbolang, ingkang sampun misuwur ing Surakarta.

Sapunika kula coba-coba ngêdalakên ingkang jilid I rumiyin, mbokmanawi para nupiksa kathah ingkang rêmên, badhe kula lajêngakên ngantos dumugi satamatipun.

Mênggah asalipun Sêrat Cênthini wau, saking têtilaranipun swargi R.M.H. Suryaningrat, bupati kraton Surakarta, ing samangke Sêrat Cênthini sampun kula klêmpakakên jangkêp 16 jilid agêng dalah bêbukanipun.

Ing wasana kula matur sangêt nuwun dhumatêng para ingkang sami kêparêng nupiksa sêrat punika.

SURAKARTA, 17 April 1953.

Ingkang ngêdalakên.

KOMENTAR TENTANG NAMA "SERAT TJENTHINI".

Sedikit atau hampir tak ada syair-syair Jawa yang mengandung begitu banyak bahan-bahan mengenai kehidupan orang Jawa, kehidupan mana banyak sekali corak ragamnya, seperti yang pada umumnya dikenal dengan nama "Serat Tjenthini".

Adapun bagian ceritera yang menerangkan tentang kebudayaan Jawa pada abad yang lalu, kita dapat pada perantauan putra-putra Sunan Giri, terutama putra yang sulung yang bernama Jayengresmi atau Seh Amongraga.

Maka dari itu tak mengherankan jika sampai pada masa ini "Serat Tjenthini" masih mendapat perhatian dari kalayak ramai.

"Dalam ikhtisar bagian ceritera ini Cebolang dan Serat Tjenthini, Dr.Th. Pigeaud mulai dengan kata sepakatnya sebagai berikut:

"Dalam ikhtisar bagaian ceritera ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa nama "Centini" untuk ceritera atau sebagian ceritera ini adalah agak asing."

Sesungguhnya ini sangat mengherankan, pelaku yang tak begitu penting dan yang tak dapat mempengaruhi seluruh ceritera dipilih sebagai nama ceritera atau nama kitab. Hanya sebentar saja ia disebut di dalam ceritera ini.

Di waktu Tambangraras mengembara dengan sangat merasa susah oleh karena kehilangan suaminya, maka bersama dengan Centini, dapat diketemukan Amongraga. Akan tetapi kedudukan Centini tak begitu penting seperti hamba-hamba Amongraga dalam perantauannya. Juga jika kita mengira bahwa nama "Serat Tjentini" ini berasal dari bahagian ceritera ini, ceritera mana selanjutnya ditambah dengan ceritera lainnya, maka keterangan ini juga tak dapat memberi kepuasan.

Marilah kita sekarang memperhatikan tempat kedudukan Centini.

Pertama namanya tersebut pada bait 35 ayat 40, dimana ia bersama-sama dengan Sumbaling, menemani tuannya di waktu salat, yang dipimpin oleh ayahnya. Kita selalu akan menjumpai kedua hamba ini di rumah Bayi Panurta dimana mereka menghantarkan makanan. Selanjutnya Sumbaling, yang pada waktu dulunya menjadi ronggeng tak dibicarakan lagi.

Hanya Centini saja yang dikatan demikian:

"Ia sangat gemar kepada Igama; maka dari itu Tambangraras sangat kasih sayang kepadanya. Mereka sehati dalam fikiran dan keinginan. Malam hari maupun siang hari mereka tak dapat terlarai".

Ketika Amongraga dengan Bayi Panurta sedang membicarakan hal filsafat, Tambangraras dengan ibunya juga mendengarkan dengan diam-diam. Disini Centini tersebut juga diantara kedua perempuan tadi.

Tambangraras sangat cinta kepada Amongraga oleh karena tertarik dengan kesucian dan kebijaksanaannya. Pada akhirnya mereka kawin. Diantaranya pengiring-pengiring Centini berada sangat dekat dengan mempelai putri.

Selanjutnya diceritakan hari-hari pertama semenjak mereka kawin, dan Amongraga menuangkan ilmunya mulai saat ini kepada isterinya. Pada permulaan sampai penghabisan terdapat juga Centini. Begitu kita lihat Centini sangat dekat tempat peraduan untuk mendengarkan semua ilmu yang telah dikeluarkan Amongraga dan mencoba untuk memahamkan semua. Dia tidak pernah meninggalkan tempatnya dan selalu ada jika kedua mempelai muda itu keluar untuk melakukan kewajiban salat waktu pagi.

Sebagai jawaban pertanyaan suaminya yang agak tercengang maka Tambangraras menerangkan bahwa Centini adalah keluarganya dan amat dikasihi oleh karena kesetiannya. Maka dari itu ia diberi izin untuk mendengarkan selanjutnya ilmu-ilmu yang dipelajarkan oleh Amongraga, di waktu malam.

Begitulah Centini tak dapat terlarai dari padanya, baik di waktu siang dimana mereka bertafakur di mesjid, maupun di waktu malam waktu mana mereka membicarakan tentang igama. Dalam pemandangan mengenai ilmu kesempurnaan tak ada perbedaan diantara dia dan tuannya. Amongraga menyuruh dia membaca tafsiran Qur'an dari tuannya agar supaya dia dapat memperoleh keterangan lebih lanjut.

Bersama-sama dengan tuannya ia melatih diri untuk mendapatkan kesenangan atau kenikmatan di dalam igama (extase).

--- 1 : 2 ---

Untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan, maka mereka kerap kali kehilangan kesadaran. Jika pada bait berikutnya terutama lagu 57 dan 64 diceritakan bagaimana Tambangraras tiap-tiap malam mendapat pelajaran ilmu dari suaminya, pengarang ini tak lupa untuk menyebut nama Centini juga. Dia mengikuti bersama-sama tuannya pelajaran ilmu tersebut.

Mungkinkah kita dapat penerangan lebih jelas, jika kita memeriksa ceritera Centini seperti tersebut di atas, mengapa karangan ini diberi nama "Serat Tjenthini"?

Selanjutnya kita harus mengutamakan, bagian manakah yang masuk terpenting dari Serat Tjenthini. Bukan ceritera perantauan putra-putra Sunan Giri yang terpenting. Pokok isi dari "Serat Tjenthini" adalah hal yang menerangkan: ke-Tuhanan, penjelasan yang sangat terang mengenai ilmu kesempurnaan dan sebagainya.

Ini terbukti juga seperti apa yang telah dikatakan oleh C.F. Winter, bahwa inti dari "Serat Tjenthini" adalah "pralambang ngèlmi". Begitu juga pendapat R.M. Suryasuparta dalam kata pendahuluannya, pada "Serat Tjenthini" penerbitan dari Bataviaasch genootschap, dimana beliau menulis demikian:

"Ananging mênggah isinipun Sêrat Tjênthini ingkang pêrlu karaosakên sangêt dening para nupiksa, punika sanès lêlampahanipun Seh Amongraga, nanging andharanipun ngèlmu Jawi tuwin têturutanipun kawruh kasampurnan Jawi".

Bagian-bagian ceritera yang mengandung renungan ke-Tuhanan adalah terpencar. Ini terdapat pada:
a) Pembicaraan Jayengresmi dan Jayengraga dengan beberapa macam guru yang mereka jumpainya, ketika mereka merantau untuk mencahari Amongraga.
b) Pada pembicaraan mereka sendiri sebagai penghisi waktu.
c) Dalam perbantahan Amongraga dengan kyai-kyai yang tak begitu kuasa dan suci seperti dia, misalnya: Wergasana, yang berigama Budha, Ragaruntin, Ragasmara dan sebagainya.
d) Pada pertemuan di rumah Mangunarsa dan Malngarsa.

Akan tetapi percakapan-percakapan ini ditentukan oleh keadaan yang tak disengaja dan tidak merupakan suatu ceritera yan utuh.

Adapun khotbah-khotbah Amongraga yang ditujukan kepada isterinya adalah merupakan bahagian yang utuh. Maksud khotbah-khotbah ini ialah agar supaya isterinya dapat juga menyelami ilmu kesempurnaan.

Semua tadi diatur sebegitu rupa sehingga dari lapisan yang bawah dapat dicapainya bagian yang atas sehingga sampai pada puncaknya ilmu. Dalam tiga belas malam terus-menerus semua ilmu telah diberitahukan. Semenjak itu pengetahuan Tambangraras sejajar dengan Amongraga.

Bukankah bagian ini yang dapat masuk sanubari para pembaca, oleh karena mereka justru mencari juga mendapat kepuasan dalam ilmu kesempurnaan?

Dengan Centini mereka juga turut mendengarkan perkataan-perkataan dari ilmu kesempurnaan. Seakan-akan mereka melihat pada dirinya sendiri, jika mereka memperhatikan kelakuan Centini di dalam cerita ini, oleh karena mereka juga mencahari ilmu kesempurnaan, dan telah menerima ilmu tersebut.

Mengingat uraian-uraian tersebut di atas sudah selayaknya bahwa Centini dianggap sebagai inti dan kumpulan-kumpulan syair tersebut diberi nama juga "Serat Tjenthini"

(Terjemahan dari buku peringatan 24 th. M.N.)

--- 1 : [3] ---

TJENTINI

1. [Sinom]

1. sri narpatmaja sudibya | têlatah ing nuswa Jawi | Surakarta Adiningrat | agnyaring kang wadu carik | Sustrasna kang kinanthi | mangun rèh caritèng dangu | sanggyaning kawruh Jawa | ingimpun tumrap kêkawin | mrih tan kêmba karya dhangan kang miyarsa ||

2. lajêre kanang carita | laksananing Jayèngrêsmi | ya Seh Adi Amongraga | atmajèng Jêng Sunan Giri | kontap janma linuwih | oliya wali mujêdub | pêparênganing jaman | Jêng Sultan Agung Matawis | tinêgran srat kang sêsuluk Tambangraras ||

3. karsaning sang narpatmaja | babon ing pangwikan Jawi | jinèrèng dadya carita | sampating karsa marêngi | nêmlikur Sabtu Paing | lèk Mukaram Je warsèku | mrakèh Hyang Surènggana | Bathara Yama dewari | amawulu wogan suajag sumêngka ||

4. pancasudaning satriya | wibawa lakuning gêni | windu adi mangsa sapta | sangkala angkaning warsi | paksa suci sabda ji |[1] ingkang pinurwa ing kidung | duk kraton Majalêngka | Sri Brawijaya mungkasi | wontên maulana saking nagri Juddhah ||

5. panêngran Sèh Walilanang | praptanirèng tanah Jawi | kang jinujug Ngampèldênta | pinanggih sang maha rêsi | arêraosan ngèlmi | sarak sarengat jêng rasul | nanging tan ngantya lama | linggar saking Ngampèlgadhing | ngidul ngetan anjog nagri Balambangan ||

6. lèrèh dhusun Purwasata | Raja Balambangan nagri | putranya èstri sajuga | ing warna tuhu linuwih | sêdhêng mêmpêng birai | kataman gêrah sang ayu | badal sakèh usada | sang nata agung prihatin | Kyana Patih Samboja sowan mangarsa ||

7. pukulun amba tur wikan | wontên molana ngajawi | kêkasih Sèh Walilanang | saking ing Juddhah nagari | ing Purwasata kampir | yèn pinarêng tyas pukulun | prayogi ingaturan | manawi karsa sang yogi | sung usada gêrahe putri narendra ||

8. mangkana dupi miyarsa | ature sang nindyamantri | langkung kêparêng ing driya | nulya utusan ngaturi | sapraptaning jro puri | sang raja gupuh amêthuk | ri wusnya tata lênggah | miwah katuran pambagi | amêdharakên kang dadya rêntênging nala[2] ||

9. Sèh Walilanang wus sagah | nulya ingusadan aglis | gêrahe sang putri mulya | ramèbu sukanya ngênting | karsanya narapati | Sèh Wali pinundhut mantu | ing karya tan winarna | dènira amangun kardi | atut runtut yayah mimi lan mintuna ||

10. wus lami nèng Balambangan | Sèh Wali matur sang aji | pinrih santun agam Eslam | sarengat nabi sinêlir | nata tan mituruti | sèh cuwèng tyas lolos dalu | kesah maring Malaka | garwa tinilar nggarbini | sang rêtnayu dahat dènnya kawlasarsa ||

11. sêpêngkêre ingkang garwa | pagêring agêng ndhatêngi | kawula kathah kang pêjah | bênduning sri narapati | marang rêkyana patih | dèn lungsur darajatipun | Ki Samboja sru merang | kesah maring Majapait | anyuwita mring Sang Prabu Brawijaya ||

12. kaanggêp tur kinasihan | tinandur wontên ing Giri | nanging tan antara lama | Ki Samboja angêmasi | pinêtak Giri ugi | sêdaya tilaranipun | lêstantun mring kang garwa | kêcêluk nyi răndha sugih | angluwihi samoaning wong dêdagang ||

13. mangsuli ing Balambangan | sang dyah dènira nggarbini | wus ambabar mijil priya | warnanya kêlangkung pêkik | karsanira sang aji | linabuh mring samodra gung | winadhahan gêndhaga | sawuse anèng jêladri | gya ingalap juragan kang lagya layar ||

14. binuka ingkang gêndhaga | isi jabang bayi pêkik | ingaturkên mring nyi răndha | langkung trusthanirèng galih | dhasar datan sêsiwi | mila sihira kêlangkung | lir putra gènnya yoga | sinung aran santri Giri | sawusira yuswa kalih wêlas warsa ||

15. nyai randha lon ngandika | dhuh kulup sira wus wanci | pisah lawan raganingwang | aywa kulina gêgramin | bêcik ngupaya ngèlmi | sarengat jêng nabi rasul | kene ana pandhita | paran Sunan Ngampèlgadhing | Surapringga prayoga kawulanana ||

16. sawulange sang pandhita | pituhunên lair batin | poma kaki ywa pêpeka | cinêkak cariyosnèki | santri Giri wus manjing | nyêkabat mring jêng sinuhun | siyang dalu tan pisah | lan putra ing

--- 1 : 4 ---

Ngampèlgadhing | kang sinung ran mring kang rama santri Bonang ||

17. lulus dènira kêkadang | tan ana salayèng kapti | pangaose wus widagda | sampurna sakèhing ngèlmi | karsanya rarya kalih | sêdya kesah angêlangut | ngaos mring nagri Mêkah | mancal saking Ngampèlgadhing | nitih palwa labuh jangkar nèng Malaka ||

18. kêpanggih Sèh Walilanang | datan samar ing salwiring | kandhêg nèng nagri Malaka | maguru Sèh Wali sidik | sawusing tuk sawarsi | sêdyanira rajasunu | ndumugèkakên karsa | lajêng mring Mêkah nêgari | Walilanang sakêlangkung datan rêmbag ||

19. kinèn wangsul angêjawa | maring dhepok Ngampèlgadhing | sarta pinaringan jungkat | kalawan jubah kulambi | nahên ta santri Giri | sampun sinungan jêjuluk | nênggih Prabu Satmata | santri Bonang sinung nami | Prabu Nyakrakusuma Susunan Bonang ||

20. nulya bidhal angêjawa | wangsul maring Ngampèlgadhing | pinanggih sang pinandhita | wus katur sasolahnèki | sang rêsi ngandika ris | kawruhanta iku kulup | Sèh Walilanang Mlaka | mitrèngsun saeka kapti | ing pangawruh lair batin tan sulaya ||

21. lah jêbèng sira muliha | marang ing ngasramèng Giri | wruhanamu renanira | ing samêngko nandhang sakit | lantaran têkèng janji | mung nganti têkamu kulup | renanta yèn palastra | kuburên anèng ing Giri | tunggalêna kêlawan sudarmanira ||

22. lawan sun idèni sira | jumênêng Susunan Giri | jêjuluk Prabu Satmata | têmbe ing sapungkur mami | sira ingkang mbawani | jumênêng wali linuhung | sinuhun sa-rat Jawa | kabèh padha wêdi asih | kalêngkèngrat sinêbut raja pandhita ||

23. nanging ywa kêliru tampa | dudu ratu mêngku nagri | sira wus tan kêkilapan | obah osik donya ngakir | wus cukup wêkas mami | Sunan Giri nêmbah nuwun | anulya ngraup pada | lèngsèr saking Ngampèlgadhing | tanpa kanthi gancanging cariyos prapta ||

2. KINANTHI

1. ing Giri apan wus tundhuk | kang ibu nyi randha sugih | rinubung sakèh juragan | rawuhe njêng Sunan Giri | kêramating waliolah | kang ibu dipun pêraki ||

2. kagyat wungu nulya ngrangkul | kinuswa-kuswa kang siwi | waspa adrês marawayan | sêsambatnya mêlasasih | dhuh lae atmajaningwang | kang dadya têlênging ati ||

3. kurang sêthithik kêtrucut | kulup tan mênangi mami | nyawa dene têka lawas | nggonira pruwita ngaji | lae-lae nora nyana | yèn bisa kêtêmu maning ||

4. mangkya guwayamu mancur | wênês mêncorong nêlahi | baya olih kanugrahan | njêng sunan turira aris | ibu pangèstu paduka | wus katur sasolahnèki ||

5. kang ibu suka kêlangkung | kulup sampurnakna mami | umanjing agama Islam | nulya sinadatkên aglis | kalimah loro winêjang | kang ibu padhang nampèni ||

6. kulup wus padhang tyas ingsun | datan sumêlang ing ati | sira kariya raharja | têtêpa nggonmu mêngkoni | batihmu para sudagar | isining asramèng Giri ||

7. têmbe ing sapungkur ingsun | sakèhing donyarta mami | sidêkahna kang warata | pêkir miskin anak yatim | lawan tukokna amanat | kaji mring Mêkah nêgari ||

8. poma kulup wêkas ingsun | Nyi Samboja nulya lalis | sawusira binêrsihan | layon kinubur tinunggil | lan raka Kyai Samboja | ing mangkya têtiyang Giri ||

9. lêstantun pamundhinipun | ing Gusti Njêng Sunan Giri | samya kêpanjingan iman | nglampahi sarengat nabi | ngibadah andarus Kur'an | kathah kang iyasa masjid ||

10. gêmah arjane kalangkung | tan ana kang laku juti | samya cêkap sandhang pangan | sêpên ingkang dama miskin | têntrêm ciptane raharja | wong amanca kathah prapti ||

11. kêbanjur tan arsa mantuk | kalajêng wisma ing Giri | Raja Pandhita Satmata | jêjuluk Susunan Giri | gajah kêdhaton minulya | kawêntar ing liyan nagri ||

12. miwah wus pinundhut mantu | ing Jêng Sunan Ngampèlgadhing | dhinaupkên lan putrinya | Nyai Agêng Ratu nami | atut dènnya palakrama | lêstantun ngantya sêsiwi ||

13. wêwolu putri myang jalu | Nyi Agêng angrumiyini | kondur maring rakhmatullah | layon sinare anunggil | marasêpuh èstri priya | garwa putra gung prihatin ||

14. sigêg gantya kang winuwus | Brawijaya Narapati | mirêng pawartos sanyata | ing mangkya Susunan Giri | linulutan

--- 1 : 5 ---

sakèh janma | nungkul tan kalawan jurit ||

15. sang prabu utusan gupuh | Gajahmada Kyana Patih | kinèn lumampah priyangga | mukul prang Giri Gêrêsik | tan cinatur lampahira | wus prapta jajahan Giri ||

16. gègère kadya pinusus | kang kêtrajang samya ngili | minggah kêdhaton prawata | Njêng Sunan Giri marêngi | anyêrat manêdhak Kur'an | kagyat mirêng suwaraning ||

17. tiyang alok mungsuh rawuh | sumêdya ngrisak ing Giri | kalam ingkang kagêm nyêrat | anulya binucal aglis | andêdonga mring Pangeran | sinêmbadan ing sakapti ||

18. kalam lajêng dadya dhuwung | cumlorot ngamuk pribadi | pra wadya ing Majalêngka | kathah ingkang angêmasi | sakantuning kang palastra | prasamya lumayu nggêndring ||

19. mantuk marang Majalêngka | sawusira mêngsah gusis | dhuwung wus wangsul pribadya | sumèlèh ing ngarsanèki | pênyêratan sang pandhita | sartane akuthah gêtih ||

20. kagyat risang amanêkung | miyat dhuwung kuthah gêtih | asru ndêdonga Pangeran | nalangsa apurèng Widhi | mugi Allah ngapuntêna | solah amba ingkang sisip ||

21. sang pandhita ngêndika rum | marang ing wadyanirèki | kabèh padha piyarsakna | kêris iki sun arani | sarta sira nêksènana | Si Kalamunyêng prayogi ||

22. sakèh wadya saur manuk | wus samya linilan mulih | mring wismane sowang-sowang | lêstantun asramèng Giri | jumênêng Kangjêng Susunan | Prabu Satmata linuwih ||

23. gêmah arjane kalangkung | saya wêwah wadyanèki | tan ana kang kasangsaya | nahan wus antara lami | njêng sunan anandhang gêrah | kêparêng praptaning takdir ||

24. kondur ing rakhmatullahu | gumêr tangising jro puri | wadu wandawa sungkawa | layon sawusing barêsih | sinarèkkên nora têbah | saking padalêmannèki ||

25. sedanira tilar sunu | sêdasa kakung myang putri | kang kalih saking ampeyan | Pangran Pasir Bawang nênggih | kêlawan Siti Rokhiyah | wêwolu saking padêmi ||

26. kasêbut Nyi Agêng Ratu | putra sêpuh sinung nami | Ratu Gêdhe ing Kukusan | nulya Sunan Dalêm nênggih | katrinira apanêngran | Susuhunan Têgalwangi ||

27. Catur Nyi Gêng Saluluhur | panca Sunan Kidul nênggih | Ratu Gêdhe Saworasa | Sunan Kulon kang sumêndhi | Sunan Waruju wragilnya | wau ta ingkang winarni ||

28. sarampungira pangubur | kumpul para wadya Giri | angrêmbag ingkang gumantya | mandhirèng Susunan Giri | pra wadya wus golong rêmbag | Sunan Dalêm kang gumanti ||

29. gya ingangkat ajêjuluk | Sunan Giri kaping kalih | Susunan Girikadhatyan | garwa kêkalih padêmi | tan mashur ing panjênêngan | njêng sunan wus praptèng jangji ||

30. kondur mring rakhmatullahu | ugi sumare ing Giri | atilar putra sadasa | mbajêng Sunan Sedamargi | panênggaknya apêparab | Sunan Giriprapèn adi ||

31. tri Nyi Gêng Kuruganngurun | Nyi Gêng Ngulakan kasukci | Pangran Lor Pangran Dhêkêtan | Pangran Bongkok nulya Nyai | Agêng Waru arinira | Pangeran Bulu sumêndhi ||

32. wragil Pangran Sedalaut | paripurna kang wus swargi | rêmbag kang yogya gumantya | kêmpal sakèhing kang dasih | Sunan Pêrapèn ingangkat | linuwih lir eyang swargi ||

33. mandhirèng Giri kêdhatun | jêjuluk maksih lêstari | Sunan Giri Prapèn dibya | suyud kang wadya gung alit | kêwêntar ing liyan praja | tan pêgat kadya ing nguni ||

3. MÊGATRUH

1. ya ta sang prabu ing Majalangu | apan wus muyarsa warti | lamun Sunan Giri Prabu | Satmata wus angêmasi | mangkya wayahe gumantos ||

2. ajêjuluk Sunan Prapèn Giri luhung | lêlayone kadya nguni | sang wiku tan arsa nungkul | marang nagri Majapait | dadya sru bêndu sang katong ||

3. dhawuh maring Ki Gajahmada nindya nung | miwah kinanthèn pra siwi | angirit wadyabala gung | kinèn mangrabasèng Giri | wus samêkta nulya bodhol ||

4. Sunan Prapèn wus mirêng badhe ginêmpur | mring Sang Prabu Majapait | wus budhal carakèng prabu | kya patih myang rajasiwi | wadyane lir samodra rob ||

--- 1 : 6 ---

5. Sunan Prapèn sampun sanengga ing pupuh | karsanira nanggulangi | mring carakèng Majalangu | tan dangu mangsah kaèksi | nulya pinapag prang popor ||

6. wadya Giri kasoran ing yudanipun | kathah ingkang nandhang kanin | tanapi tumêkèng lampus | Sunan Prapèn angoncati | sagarwa putra wus lolos ||

7. lajêng ngungsi maring sapinggiring laut | binasmenan kitha Giri | sadaya wus dadya awu | rajabrana dèn jarahi | rajaputra tindak alon ||

8. dhumatêng ing astananira sang wiku | Sunan Giri kang wus swargi | ingkang rumêksa ing kubur | tyang kêkalih sami dêngkling | rawuhe sang prawira nom ||

9. para wadya dhinawuhan kinèn ndhudhuk | gya tumandang sagung dasih | alate sang maha wiku | cihnaning wali linuwih | singa cêlak anggaloso ||

10. kêlesedan ngadhuh sambat-sambat lampus | kang kantun kêlangkung giris | bramantya sang rajasunu | tumandang pribadi ajrih | merang lamun tan kêlakon ||

11. dadya dhawuh maring tyang kalih kang tunggu | kinèn andhudhuk dèn aglis | binêlaèn yèn tan purun | pasthi tumêka ing lalis | kinarya coban kris waos ||

12. tyang kêkalih tan suwala nulya ndhudhuk | dupi prapta blabag jati | tutuping tabêlanipun | binuka saking sêkêdhik | nulya ana ingkang miyos ||

13. warni kombang tan petungan kathahipun | mabur ngèbêki wiyati | maniyup lir langit rubuh | nêmpuh wadya Majapait | dènnya nanggulang pakewoh ||

14. pinarjaya tan keguh ngêntup pikantuk | bingung wadya Majapait | ting bilulung rêbut dhucung | dènira angungsi urip | sèlèh gêgamaning pupoh ||

15. samya kudhung gêdabigan kênèng êntup | sirah rapêt ngroyok sikil | ngaru-ara sambatipun | prapta nagri Majapait | kombang anglut datan kegoh ||

16. Sang Aprabu Brawijaya langkung gugup | tan kawawa nanggulangi | dadya tilar prajanipun | sawadyabalanirèki | gusis praja tan ana wong ||

17. ngungsi têbih kombang dupi wruh wus suwung | wangsul mring nagrinya malih | siji tan ana kang kantun | Sang Aprabu Majapait | sawadya wangsul ngêdhaton ||

18. aprasêtya Sang Aprabu Majalangu | datan nêdya malih-malih | nyikara dhatêng sang wiku | ngêmungêna ingkang uwis | ing tyas datan walangatos ||

19. kacariyos tyang kalih kang ngrêksa kubur | kanugrahan mantun dêngkling | gêgancangan lampahipun | manusul Njêng Sunan Giri | ingkang lagya amakuwon ||

20. kawlasarsa anèng satêpining laut | tyang kalih marêk tur uning | ing mangkya mêngsah wus larut | jalaran tinêmpuh dening | kombang ingkang mapag pupoh ||

21. madhul-madhul pêlajênge numbuk-numbuk | tilar gêgamaning jurit | samya ngungsi gêsang njrunthul | tan ana ingkang tinolih | swarane pating galêmbor ||

22. sampun katur ing purwa wusananipun | dalah waluyaning dêngkling | sang wiku kêlangkung sokur | ndêdonga maring Hyang Widhi | rahayu ywa na pêkewoh ||

23. nulya kondur tan cinatur laminipun | wus paripurna lwir nguni | eca tyase para wadu | sêtêngah ana kang kibir | sajêg tan na mungsuh rawoh ||

24. Sunan Giri datan samar jangkanipun | lamun kraton Majapait | wus andungkap sirnanipun | jalaraning saking siwi | Dyan Patah mijilkên raos ||

4. MIJIL

1. santun sarengatira Njêng Nabi | Mukhammad kinaot | mila Kangjêng Sunan Giri Prapèn | lajêng têdhak mring Dêmak nêgari | kumpul lan pra wali | mukmin miwah jamhur ||

2. wusing bêdhah nagri Majapait | mekraj sang akatong | jro kêdhaton tan ana isine | Sunan Giri nyêlani dadya ji | mung patpuluh ari | masrahkên kêprabun ||

3. maring Radyan Patah anampèni | wus jumênêng katong | anèng nagri Dêmak angrèhake | ing rat Jawi Njêng Susunan Giri | sarampunging kardi | wus linilan kondur ||

4. sawusira risak Dêmak nagri | pindhah Pajang kraton | Adipati Pajang kang mandhirèng | mantu Sultan Bintara mungkasi | ing Dêmak nagari | ngrèh wadya sawêgung ||

5. Kangjêng Sultan Pajang kang winarni | wusing madêg katong | karsa nyuwun idi mring Pêrapèn | Kyai Agêng Mataram umiring | kang para bupati | kêbut tan na kantun ||

--- 1 : 7 ---

6. Sultan Pajang sarawuhing Giri | kagyating tyas anon | pêsanggrahan banjêng anèng ngare | pra bupati kang samya sumiwi | ing Njêng Sunan Giri | pondhoke pinatut ||

7. Sunan Prapèn duk miyos tinangkil | Sultan Pajang gupoh | asumewa sarêng bupatya kèh | lênggah jèjèr ngarsane sang rêsi | ingayap pra dasih | nèng pungkuranipun ||

8. wusing pêpak kang samya anangkil | sunan ngandika lon | jêbèng Pajang dikaparèng kene | wusnya lênggah cakêt lan sang rêsi | angandika aris | winor manis arum ||

9. kabèh putraningsun kang sumiwi | ywa na walangatos | dèn narima marang ing pêpêsthèn | ing samêngko Ki Pajang Dipati | ingsun wus ngidèni | ing jumênêngipun ||

10. sultan mêngku ing Pajang nêgari | sudibya kinaot | binathara tan ana samine | bêbundhêle ing satanah Jawi | kalipahing Widhi | sarta ajêjuluk ||

11. Sultan Prabu Awijaya luwih | karsaning Hyang Manon | saksènana pra sutèngsun kabèh | saur pêksi sakèhing bupati | mangayubagyani | dhawuhing sang wiku ||

12. nulya mundhut dhahar wus umijil | saking jro kêdhaton | tinata ing pêndhapa madyane | Sunan Prapèn Sultan Pajang tuwin | kang para bupati | wus bujana kêmbul ||

13. sang pandhita angandika malih | dhuh pra siswaningong | Sultan Pajang myang bupati kabèh | ênggonira akêkadang kaki | ywa sulayèng budi | diatut arukun ||

14. raharjèng tyas sukur ing Hyang Widhi | karsane Hyang Manon | ana kang tinitah dadi gêdhe | ana kang tinitah dadi cilik | pêpasthèning dhiri | bêbasan asnapun ||

15. datan luwih sun têtêdhèng Widhi | anak putuningong | donya ngakir sêlamêta kabèh | kang sinabdan samya saur pêksi | tutug dènnya bukti | linorod mring wadu ||

16. Sunan Giri tinarbukèng Widhi | waspadèng pêngawroh | datan samar kang kêlakyan têmbe | ingkang tansah pinandêng ing liring | Ki Agêng Matawis | cahyane umancur ||

17. angandika Njêng Susunan Giri | mring njêng sultan alon | jêbèng Pajang lah ta sapa kae | baturmu kang mangan angèrèni | sapa arannèki | jêng sultan umatur ||

18. rencang amba pêtinggi Matawis | nami karan ênggon | angrèh siti sadhomas karyane | sang pandhita angandika malih | dhawuhana kaki | linggih jajar patut ||

19. lawan para siswèngsun bupati | sêndika kang kinon | Kyai Agêng Mataram wus jèjèr | hèh sanggyaning siswèngong bupati | wruhanamu kaki | turune si kulup ||

20. Ki Mataram mbesuk wis pinasthi | angrèh sakèhing wong | ing satanah Jawa iki kabèh | nadyan Giri kene têmbe ugi | ngidhêp ing Matawis | kyagêng gya sumujud ||

21. konjêm siti nênêdhèng Hyang Widhi | widadaning dhawoh | saha matur mring Sunan Pêrapèn | sakêlangkung sru nuwun kapundhi | lulusing sabda ji | têtêp ingkang wahyu ||

22. dhuh pukulun patikbra ngaturi | dhuwung wus mirantos | amung dadya pratandha yêktine | sungkêm amba timbalan sang yogi | sunan ngandika ris | sun têrima kulup ||

23. nanging ingsun paringakên bali | apan kacariyos | samya rêsêp pra bupati kabèh | aningali Kiyagêng Matawis | raja pandhita di | gya mucung dhêdhawuh ||

5. PUCUNG

1. lah ta kulup para bupati sadarum | ingsun iyasakna | têlaga kang luwih adi | tur sêndika pra wadya nulya tumandang ||

2. dhudhuk-dhudhuk tan pantara nuli rampung | dadya kang têlaga | luwih adi toya wêning | gilar-gilar lir pendah kaca bênggala ||

3. wusing katur sinungan ran tlaga Patut | njêng sultan kalawan | sagunging para bupati | wus linilan mring prajane sowang-sowang ||

4. tan cinatur nagri Pajang risakipun | pindhah ing Mataram | ingkang jumênêng narpati | putranira nênggih Ki Agêng Mataram ||

5. Risang Sutawijaya jêjulukipun | Kangjêng Panêmbahan | Senapati ing Matawis | lulus wirya gêmah arja prajanira ||

6. Panêmbahan Senapati ing Matarum | ngyêktèkkên wirayat | dhawuhe Susunan Giri | ing nalika sowannya Njêng Sultan Pajang ||

7. Panêmbahan Senapati nulya ngutus | abdi kinèn sowan | maring Giri kanthi tulis | praptèng Giri sang wiku lagya sineba ||

--- 1 : 8 ---

8. sêrat katur tamat ing pamaosipun | mèsêm angêndika | hèh caraka ing Matawis | pakênira matura Ki Senapatya ||

9. lamun ayun nyatakkên wirayat ingsun | gustimu turana | nglurug mring bang wetan nuli | wus pinêsthi karsaning Allah Ta'ala ||

10. lamun Ratu Mataram ing têmbenipun | ngrata tanah Jawa | sanadyan ing Giri iki | uga têluk marang ing nagri Mataram ||

11. lokhilmakpul tan kêna owah sarambut | jamane walikan | kawula dumadya gusti | ingkang gusti sayêkti dadi kawula ||

12. pratandhane wis katon Pajang Matarum | iku dadya cihna | utusan wus nyuwun pamit | mantuk marang Mataram agêgancangan ||

13. wus sumiwi ing ngabyantara sang prabu | wus matur sadaya | wêlinge Njêng Sunan Giri | tan pantara lama Sri Nata Mataram ||

14. bidhal nglurug mring bang wetan kang jinujug | ing nagari Japan | sagunging para bupati | ing bang wetan wus ngumpul anèng ing Japan ||

15. kang cinatur ing Giri Sang Maha Wiku | wus miyarsa warta | lamun Sang Prabu Matawis | ngêpung Japan para bupati bang wetan ||

16. pacak baris têtulung panggut prang pupuh | njêng sunan ing Arga | utusan akanthi tulis | tyang sadasa gêgancangan maring Japan ||

17. praptanipun ing Japan nulya akumpul | Wong Agung Mataram | myang bang wetan pra dipati | wusing pêpak duta Giri aturira ||

18. dhuh Wong Agung Mataram saha wong agung | bang wetan sadaya | lampah kawula tinuding | ing Njêng Sunan ing Giri kanthi nawala ||

19. ulun waos pribadi mrih têrangipun | sami kapyarsakna | suraose ponang tulis | dutèng Giri manêngah maos nawala ||

20. layang ingsun Njêng Sunan Giri dhumawuh | marang putraningwang | Senapati ing Matawis | lan mring putraningsun Pangran Surabaya ||

21. liring layang nggonira ayun prang pupuh | rêbut panjênêngan | ingsun pan ora nglilani | krana bakal kèh pêpati tan prayoga ||

22. têmbe lamun ana karsaning Hyang Agung | pamiyaking Suksma | andhap luhur wus pinasthi | pan tinêmu ing samêngko durung mangsa ||

23. balik padha nganggoa budi rahayu | lêstari kêkadang | sun asung bêbasan kaki | wadhah lawan isi êndi piniliha ||

24. sun idèni salah siji pamilihmu | isi apa wadhah | sawusira sami milih | prêjangjia sêtya susêtyaning driya ||

25. dèn asokur takdiring Hyang Kang Maha Gung | singa piniliha | iku wus tan kêna gingsir | pan tinêmu ing wuri kaananira ||

6. PANGKUR

1. yèn uwus pamilihira | umantuka marang nagrinirèki | ingsun sung raharjèng laku | marang ing sira padha | wusing titi kang sêrat nulya tinutup | Senapati angêndika | lah yayi ing Surawèsthi ||

2. kadiparan karsanira | andikane panêmbahan ing Giri | mung yayi kalawan ingsun | kang tumrap ing nawala | kinèn milih wadhah lawan isinipun | pundi ta ingkang kinarsan | yayi miliha kariyin ||

3. ulun narimah tampikan | duk miyarsa Pangeran Surawèsthi | ing tyas samana pêkewuh | wusana angêndika | kakang Senapati Ngalaga Matarum | kêncênging manah kawula | ulun milih ponang isi ||

4. kakang kabageyan wadhah | Senapati Ngalaga ngêndika ris | yayi kula wadhahipun | inggih sampun narimah | dutèng Giri atas pamiyarsanipun | gya pamit mring Panêmbahan | miwah mring para dipati ||

5. Panêmbahan Senapatya | sampun kondur maring nagri Matawis | wong agung bang wetan sampun | umantuk sowang-sowang | tan cinatur dutèng Giri lampahipun | praptèng ngarsa atur sêmbah | matur solahnya tinuding ||

6. dhuh gusti kauningana | putra tuwan Pangeran Surabanggi | kinèn amilih rumuhun | mring Kangjêng Senapatya | Surawèsthi kang pinilih isinipun | wadhahipun Panêmbahan | narimah tan tampi isi ||

7. mèsêm Njêng Sunan ing Arga | wruhanira kodrat tan kena gingsir | basa wadhah nagri iku | isine apan jalma | têmbe nagri bang wetan karèh Matarum | isi yèn tan manut marang | ingkang adarbe nagari ||

--- 1 : 9 ---

8. sayêkti tan kêna ngambah | yèn ambadal satêngah têkèng pati | dadi kudu amiturut | marang kang duwe wadhah | ênêngêna ing Giri gantya winuwus | nênggih praja di Mataram | Panêmbahan Senapati ||

9. dènira jumênêng nata | laminira pan namung tingang[3] warsi | lajêng puput yuswanipun | ginantyan ingkang putra | Pangran Adipati Anom ing Mantarum | jêjuluk Njêng Susuhunan | Diningrat Anyakrawati ||

10. amung kalih wêlas warsa | laminira jumênêng narapati | njêng sinuhun nulya surut | ginantyan narpatmaja | Pangran Adipati Anom ing Matarum | jêjuluk Kangjêng Susunan | Sultan Agung ing Matawis ||

11. Prabu Anyakrakusuma | duk punika Pangeran Surawèsthi | anyedani pra tumênggung | mancanagri bang wetan | wusing pêpak nèng Surabaya sadarum | rêmbug arsa magut ing prang | ngrêbasèng nagri Mêntawis ||

12. sabiyantu abipraya | pra bupati tan ana nyulayani | enjing gya budhal gumuruh | sagunging balakuswa | mampir ngujung astana Giri kêdhatun | undure saking astana | sowan ing Njêng Sunan Giri ||

13. wus sêpuh Njêng Sunan Arga | praptèng ngarsa njêng sunan ngêndika ris | dhuh babo atmajaningsun | paran kang dadya karsa | dene padha tumêka ing ngarsaningsun | apa na karya kang gatya | Njêng Pangeran Surawèsthi ||

14. myang Dipati Singasêkar | matur nêmbah mring Kangjêng Sunan Giri | apuntên dalêm sang wiku | amba myang para kadang | wus sarêmbag arsa ngrabasèng Matarum | nyuwun idi sang pandhita | miwah pangèstu basuki ||

15. njêng sunan aris ngandika | ing samêngko pan durung mangsa kaki | para bupati umatur | kang amrih lêgawèng tyas | ngidènana sang wiku paring pangèstu | njêng sunan mèsêm ngandika | mokal bêdhaha Matawis ||

16. ing samêngko wong bang wetan | malah padha ngungsia kang prayogi | tan wurung binoyong mbesuk | marang nagri Mataram | Pangran Surawèsthi tan kêndhak tyasipun | myang sagunging pra dipatya | ing sêdya tan ana gingsir ||

17. ngêndika sang wiku raja | yèn mêngkono padha karsanirèki | dèn angati-ati kulup | ingsun pasrah Hyang Suksma | lêgi pait yêkti ing têmbe kêtêmu | sanggyaning para dipatya | wusing ujung ing sang rêsi ||

18. bidhal saha wadyakuswa | tan cinatur solahirèng ajurit | wusana samya kêplayu | ungguling Ngèksiganda | wong agunge Mataram tan ana sêgu | para bupati bang wetan | pêlarasan undurnèki ||

19. ana kang tumêkèng pêjah | ana kanin ana kang nungkul aris | ing Mataram saya mashur | kadibyaning sang nata | kasêktène para punggawa nung-anung | winongwong karatonira | kinasihan ing Hyang Widhi ||

20. gêmah ripah tur raharja | tata têntrêm sagunging wadya alit | lumintu ganjaran prabu | sagunging pra bupatya | tyas raharja datan ana kang sêkuthu | ajrih asih mring narendra | sêtya tuhu lair batin ||

21. nahan raharjaning praja | yèn ginunggung sêwêngi nora uwis | ing mangkya pinurwèng kidung | narendra ing Mataram | Sultan Agung Sri Anyakrakusumèku | lagya miyos sinewaka | pêpak ingkang samya nangkil ||

22. wadyabala myang sêntana | Panêmbahan Purbaya munggèng ngarsi | tan pêgat tinantun-tantun | njêng sultan ris ngandika | inggih uwa Purbaya pawartosipun | pangeran ing Surabaya | ing mangkya pan sampun lalis ||

23. kang kantun mung anakira | Ki Mas Pêkik pêmbajênge kang siwi | uwa punika karsèngsun | timbali mring Mataram | ingsun arsa uninga ing warninipun | panêmbahan aturira | punika langkung utami ||

24. ulun umiring sakarsa | sri narendra pangandikanya aris | Alap-alap ingsun utus | marang ing Surabaya | timbalana Pangran Pêkik Surakewuh | têlas ingkang pangandika | jêngkar agambuh tinangkil ||

7. GAMBUH

1. wus lêpas lampahipun | Alap-alap praptèng Surakewuh | laju maring ngrêrêmpah dhukuhirèki | Pangran Pêkik gupuh-gupuh | umarêk carakèng katong ||

2. wus ingacaran lungguh | Pangran Pêkik awacana arum | paman ulun atur pêmbagya basuki | Alap-alap matur nuwun | ndhawuhkên timbalan katong ||

3. njêng pangran sowan ulun | pan ingutus rakanta sang prabu | Gusti Kangjêng Sultan Agung ing Matawis | maringakên kang pangèstu | mring andika sakêloron ||

--- 1 : 10 ---

4. njêng pangran matur nuwun | sasampuning maringkên pangèstu | dhawuh nata paduka dipun timbali | sagarwa putra myang wadu | ulun ingkang kinèn mboyong ||

5. Jêng Pangran aturipun | adhuh paman kêmayangan tuhu | de jêng sultan karsa nyaruwe wong pêkir | ina papa anèng dhukuh | datan supêna sajingklong ||

6. tan suwala ragèngsun | kadyangganing sarah anèng laut | ing sakarsa jêng sultan ulun umiring | tan nêdya suwalèng kalbu | lumuntur dhawuhing katong ||

7. ki tumênggung duk ngrungu | ing ature manis amlasayun | angrês ing tyas gya umatur mring Sang Pêkik | bilih marêngkên Sang Bagus | mbenjing enjing lajêng bodhol ||

8. njêng pangran wacana rum | sakêlangkung prayogi man mênggung | ulun lajêng tata-tata sapuniki | paman sakanca sadarum | prayogi rèrèh nèng pondhok ||

9. njêng pangran gya dhêdhawuh | marang garwa sakulawargèku | kinèn samya pradandosan sadayèki | yun sumiwèng mring Matarum | ribut samya dandos-dandos ||

10. Ki Alap-alap gupuh | nuding wadu nimbali Tumênggung | Surabaya Ki Sêpanjang kang wêwangi | tan dangu anulya rawuh | Ki Sêpanjang dhawuh katong ||

11. njêng pangran sowanipun | mring Mataram bidhal sesuk esuk | jêngandika sawadya kinèn umiring | sarta rumêksèng ing pungkur | kacêkape kula borong ||

12. Ki Sêpanjang gya gupuh | pêparentah mring sakèhing wadu | abusêkan sakèh wadu Surawèsthi | wus mirantos sadayèku | enjinge anulya bodhol ||

13. lon-lonan lampahipun | ing lamine lampah tan winuwus | praptèng dhusun Butuh alèrèh saratri | kangjêng pangran dalu ngujung | marang ing astana Butoh ||

14. ndêdagan amanêkung | palaling Hyang wanci lingsir dalu | Pangran Pêkik myarsa suwara dumêling | ujaring swara sung tuduh | lah Ki Pêkik karsèng manon ||

15. wruhanta sira mbesuk | darbe putu jalu tur binagus | amandhirèng nata gung ing tanah Jawi | angrèh kang wadya sawêgung | nanging angalih kêdhaton ||

16. mring tanah Pajang iku | sakuloning kutha prênahipun | aran dhukuh Wanakarta têmbe dadi | praja Kartasura mashur | dene jêjuluking katong ||

17. Njêng Susuhunan Mangku- | rat Senapati ing Alagèku | Abdurakhman Sayidin Panata Dini | cêping swara kagyat wungu | ing wanci awaling suboh ||

18. miyose wus pinangguh | lawan juru kunci têngga pintu | Pangran Pêkik wêwartos mring juru kunci | antuking wangsit ing dalu | ki juru kunci andomblong ||

19. manêmbah saha matur | sakêlangkung bingahing tyas ulun | sokur-sokur alkamdulillahirobbil | hyang surya wis mungup-mungup | njêng pangeran lajêng bodhol ||

20. datan kawarnèng ênu | wus angancik ing kitha Matarum | Ki Tumênggung Alap-alap ngrumiyini | atur uninga sang prabu | sigêg gantya winiraos ||

21. Sang Prabu ing Matarum | ri tinangkil munggèng sitiluhur | Panêmbahan Purubaya wus sumiwi | myang wadyabala supênuh | munggèng abyantara katong ||

22. datan antara dangu | Ki Tumênggung Lap-alap mangayun | nêmbah matur ulun wus kinèn nimbali | Pangran Pêkik Surèngkewuh | mangkya wus sumiwèng katong ||

23. sagarwa putranipun | Ki Sêpanjang sawadya tut pungkur | suka ing tyas sang prabu ngandika aris | lah uwa Purubayèku | kadipundi kang linakon ||

24. mangke sadhatêngipun | dhimas Pêkik napa bêktiningsun | utawane piyambake ingkang bêkti | Purubaya nêmbah matur | kinanthèn lawan suraos ||

8. KINANTHI

1. saking ing pêmanah ulun | pangeran ing Surawèsthi | ingkang layak ngabêktia | ing pada dalêm sang aji | kawon luhur kang dêrajat | jênêngan dalêm narpati ||

--- 1 : 11 ---

2. mandhirèng prajèng Matarum | ing rat Jawi mung sêtunggil | kalihdene tinimbalan | datan suwala ing kapti | sampun kalampahan sowan | ing abyantara narpati ||

3. asrah jiwaraganipun | kangjêng sultan duk miyarsi | aturipun ingkang uwa | kalangkung trusthaning galih | nahên Pangran Surabaya | sagarwa sampun sumiwi ||

4. pepe kidul wringin kurung | sasolahe amlasasih | uwus kauningan nata | dhawuh kinèn animbali | anggandhèk tundhuk pangeran | ingirit minggah sitinggil ||

5. adhadhap amundhuk-mundhuk | cingak kang samya tinangkil | miyat warnanya pangeran | mirib kangjêng sri bupati | kantun sênêne kang cahya | kantun sêmu kantun sigit ||

6. ndungkap praptèng ngarsa prabu | cakêt dènira sumiwi | tumungkul konjêm pratala | riwusira mangênjali | wangkingan sinèlèh kanan | gya mangraup pada aji ||

7. saha matur arawat luh | pêgat-pêgat winor tistis | dhuh gusti kalêngkaningrat | musthikaning tanah Jawi | apan pinundhi sinêmbah | jumênêng Kalipah Widhi ||

8. ambêk pinandhita tuhu | santa budi mirah asih | mardikèngrat tyas ngumala | ngecani manahing dasih | mrih arja ayu tan pêgat | kasudarman winor manis ||

9. santana wadya lit agung | tan ana kataman bêngis | winong ing sakarsanira | ingajrihan lair batin | pra wadya ing Ngèksiganda | winêngku paramarta ji ||

10. kasujanan ambêk sadu | linangkung kasusrèng bumi | sumbagèngrat pinastika | waskitha ngrèh ing patitis | kongasing ganda angambar | kinasihan ing Hyang Widhi ||

11. sudibya prawirèng kewuh | ingajrihan kanan kering | ngagêm agama minulya | sasat njêngandika Nabi | Mukhammadin angêjawa | ngrênggani nagri Matawis ||

12. dhuh njêng gusti sang aprabu | sowanipun ingkang abdi | ngaturakên pêjah gêsang | awit rumaos gêng sisip | katungkul ing kawiryawan | labêt punggung mudha yêkti ||

13. dama kalimput tan emut | ing kanugrahan narpati | tumêrah jiwangga mulya | kecanên nadhah myang guling | saanak rayat myang warga | tan lyan barkahing narpati ||

14. lumintu salaminipun | tangèh manawi kang abdi | sagêd ngaturi minangka | bêbêkti ingkang martasih | o gusti satuhu mudha | cêplik tangèh wruh ing bêcik ||

15. manawi kangjêng pukulun | tan paring aksamèng dasih | yêkti têmah agung papa | druhaka salami-lami | ing mangke amba rumangsa | sakarsa njêng sri bupati ||

16. mangkana kangjêng sinuhun | ngandikèng sajroning galih | wong iki bagus prasaja | ing wicara tatas titis | têtêg tyas sura lêgawa | pantês tan sinungan lamis ||

17. têka rêsêp atiningsun | dadya condhong ing tyas mami | pantês rowang awibawa | darahkên sri tanah Jawi | madhahi kanang nurbuat | wasana ngandika aris ||

18. wis lungguha ariningsun | iya apa kang pinikir | dhuh yayi mas Surabaya | mula sira sun timbali | sumiwèng ing ngarsaningwang | wus pasthi karsaning Widhi ||

19. sêsotya di apan kudu | tumrap ing êmbanan rukmi | upama ingsun pancuran | sira têlaga nadhahi | yayi kang minangka wadhah | ingsun kang minangka isi ||

20. pêsêmon kang ingsun wuwus | têgêse uwus ginaris | yèn sira bakal tan pisah | milu nurunake mbenjing | sri narendra tanah Jawa | yayi ingkang urun èstri ||

21. manira kang urun kakung | ing samêngko karsa mami | sira wisma ing Mataram | ana sawetaning puri | sisihan lan kadipatyan | mungguh nagri Surawèsthi ||

22. ingsun paringakên wangsul | marang pakênira yayi | wênang anguwasanana | kadi ingkang uwis-uwis | Si Sêpanjang mung rumêksa | tata têntrêming nagari ||

--- 1 : 12 ---

23. sira ana ing Matarum | aywa taha-taha yayi | ing panganggêp dipun padha | ya Mataram Surawèsthi | Pangran Pêkik lêjar ing tyas | trusaning supênanèki ||

24. gya sujud nêmbah umatur | dhuh pukulun sang dewaji | pun patih atur sandika | mundhi timbalan narpati | kadya kêbanjiran kelang | kagunturan madu gêndhis ||

9. DHANDHANGGULA

1. nulya jêngkar kangjêng sri bupati | abibaran kang samya sumewa | pangran sagarwa putrane | santana wadyanipun | wus pinêrnah pakuwonnèki | karan ing Surabayan | njêng pangran lêstantun | mukti wibawèng Mataram | datan ana sinangsayèng ing panggalih | wus lami antaranya ||

2. sang aprabu lêstantun gung asih | Pangran Pêkik nulya tinariman | rayi dalêm sang pamase | tunggil sayayah ibu | Ratu Pandansari wêwangi | agêng ingkang bawahan | nahan tan cinatur | dènira apalakrama | atut runtut sih-sinihan siyang ratri | lir mimi lan mintuna ||

3. wusing antuk kawan dasa ari | Kangjêng Sultan Agung Ngèksiganda | lênggah anèng dalêm gêdhe | ngandika sang aprabu | hèh ta jaba mênyanga aglis | marang ka-Surabayan | têmua riningsun | kalamun sêmbadèng karsa | rabinira dhiajêng ingsun timbali | warahên ingsun gêrah ||

4. nulya mentar utusan narpati | sampun prapta ing ka-Surabayan | njêng pangeran sagarwane | mijil ing dalêm gupuh | samya lênggah paningrat njawi | parêkan matur nêmbah | amba pan ingutus | raka dalêm sri narendra | ingkang garwa kangjêng ratu dèn timbali | sarênga lampah amba ||

5. kangjêng sultan lagya gêrah mangkin | ingkang wêling raka dalêm nata | manawa awèh lakine | malêbu ing kêdhatun | atinjoa ing gêrah mami | yèn lakine tan suka | poma ywa lumaku | Adipati Surapringga | têbah jaja sumangga ing asta kalih | tan kenging lêngganaa ||

6. dhuh jiwaku umarêka aglis | sampun kerid pratèng ngarsa sultan | manêmbah ngraup padane | Ratu Pandhan umatur | kakang prabu dene wigati | nimbali ari para | kêlangkung kumêpyur | manah ulun têrataban | sru gumêtêr ênar-ênir sênig-sênig | kangmas gêrah punapa ||

7. kangjêng sultan angandika aris | dhuh riningsun luwih saking lara | ana ing ati ênggone | sakèh usada wangsul | yèn sun rasa saya ngranuhi | dene ana pandhita | ing Giri dumunung | durung gêlêm nungkul mringwang | iya iku kang dadi laraning ati | tambane durung ana ||

8. liya Giri wong satanah Jawi | nora nana barênjul marêngkang | padha ngidhêp ingsun kabèh | amung ing Giri iku | ingkang durung ingsun utusi | amukul kalawan prang | wit wêcaning dangu | kang bisa ambengkas karya | mung lakimu jalarane mênang asli | luhur trah Ngampèldênta ||

9. lah wus yayi dak lilani mulih | dèn abisa matrapkên wicara | marang lakinira mangke | sêlak dèn ayun-ayun | Ratu Pandhan mèsêm turnya ris | dhawuh dalêm kakang mas | sandika tur ulun | nulya lèngsèr saking ngarsa | dhinèrèkkên sagunge parêkan cèthi | lampahnya wirandhungan ||

10. Pangran Pêkik nganti nèng pandhapi | sarawuhe njêng ratu pinapag | binêkta mring dalêm age | njêng ratu ngraup suku | sang pangeran nggarjitèng galih | lah yayi ana paran | têka rada suntrut | paran gêrahe sang nata | Ratu Pandhan tumungkul minggu tan angling | njêng pangran anggraita ||

11. baya nora gêrah sri bupati | mbokmanawa ana pênggalihan | dadya sêkêle pamase | njêng ratu gya sinambut | binêkta mring ing jinêmwangi | langêning karasikan | apan tan winuwus | ing sawungunira nendra | Ratu Pandhan matur ing raka bêbisik | kang dadya karsa nata ||

12. amêdharkên dhawuhe sang aji | Pangran Pêkik madêg suraning tyas | ngêlus-êlus gumbalane | alon ngandikanipun | lamun ingsun wêruha dhingin | karsaning kangjêng sultan | mundhut rusakipun | ing Giri sunane seba | baya uwus dak cangking ing nguni-uni | sebaku mring Mataram ||

13. pan ing Giri wus nèng asta mami | yayi ingsun ingkang maluyakna | rêntênge rakanta rêke | sèwu wirang satuhu | yèn tan bisa ngrabasèng Giri | isin anon baskara | nèng donya tan arus | apa kang dak

--- 1 : 13 ---

walêsêna | ing sih nata kêjaba murdaku yayi | konjuk dadya timbangan ||

14. payo yayi sowan maring puri | nyuwun pamit ing rakanta sultan | mangkat ing sadina kiye | sarimbit nulya laju | sowan marang sajroning puri | sang nata duk tumingal | pangran sowanipun | sarimbit lawan kang garwa | gya ingawe lênggah cakêt ing sang aji | makidhupuh njêng pangran ||

15. kangjêng sultan angandika aris | yayi Surabaya kadiparan | kang dadya karêpmu mangke | ing Giri durung anut | nora sarju nêmbah Matawis | ingsun borong adhimas | ing prakara iku | Pangran Pêkik matur nêmbah | dhuh pukulun amba sandika nglampahi | amundhi dhawuh nata ||

16. nadyan minta sraya Sunan Giri | andhatêngkên para raja sabrang | kêbut sawadyabalane | tan ajrih manah ulun | datan nêdya ngucirèng jurit | kalamun tan kalakyan | Giri bêdhahipun | suka matiyèng palagan | nuwun gusti ingkang abdi nyuwun pamit | bidhal ing sapunika ||

17. mbotên langkung ingkang amba pundhi | pangèstu sang nata binathara | kalampahana karsane | namung rayinta prabu | amba tilar anèng Matawis | rèh ayun mangun aprang | ing tyas langkung gidhuh | keran-keron ing satêmah | têmpuhing prang èwêd rayi dalêm gusti | milalu wande aprang ||

18. sri narendra mèsêm ngandika ris | karsaningsun yayi garwanira | para gawaa ing mangke | apan ta sêdyaningsun | rabinira sêdulur mami | pêjah gêsang ywa pisah | lawan lakinipun | wus wiyahe wong andon prang | rêbut pati manawa kasoran jurit | wadone binoyongan ||

19. Pangran Pêkik gumujêng turnya ris | rayi dalêm gêgeyongan amba | têmbe sarênga pêcate | dhawuh dalêm pukulun | tan lênggana darma nglampahi | sarimbit wus pamitan | amangraup suku | kangjêng sultan angandika | lah ta yayi poma sira ywa gumingsir | sungkêmu marang priya ||

20. kangjêng sultan ndêdonga ing Widhi | sêlamête myang ungguling yuda | sarimbit anulya lèngsèr | saking ing ngarsa prabu | pinaringan sangu mawarni | donya arta busana | sampêt sadayèku | wus prapta ing Surabayan | nulya ngrakit brokoh tundhan tandhu joli | myang gêgamaning aprang ||

21. sawusira rampunging pangrakit | nulya budhal saking ing Mataram | brokoh nèng ngajêng lampahe | datan kawarnèng ênu | lampahira sampun dumugi | ing nagri Surabaya | Ki Sêpanjang mêthuk | wusing lêrêp sawêtara | kangjêng pangran pinarak munggèng pêndhapi | andhèr para punggawa ||

22. Pangran Pêkik ngandika mring dasih | hèh sakèhe bocah Surabaya | padha piyarsakna kabèh | dhawuh dalêm sang prabu | mula ingsun linilan mulih | marang ing Surabaya | lawan garwaningsun | ingutus kinèn magut prang | angandoni bandhawala rêbut pati | mangrurah satru tama ||

23. panungkule Susuhunan Giri | pinasrahkên marang jênêng ingwang | nanging karsaningsun mangke | anak mas Giri iku | lamun kêna nungkula aris | sumewa Sri Mataram | tan rêkasèng laku | slamêt tan ana pêpêjah | lamun wangkot sayêkti rêrêmpon jurit | akèh pêgating atma ||

10. MÊGATRUH

1. para wadya manêmbah saha umatur | dhawuh paduka sang pêkik | mêngayubagya sadarum | muji nungkulipun aris | ywa nganti aprang rêrêmpon ||

2. bilih Susuhunan Giri tan sarêju | nungkul karananing aris | tan kêna kinarya ayu | yuwana sumiwèng aji | kêkah dènnya karsa mirong ||

3. ingkang abdi kewala pan sampun rampung | ngrabasèng karaton Giri | amboyong susunanipun | bilih tan sagêd mungkasi | suka lêbur aprang pupon ||

4. nanging ulun mirêng pawartos satuhu | ing mangkya Njêng Sunan Giri | kêndho kawalenanipun | sêrapat yun animbangi | kalipah Mataram katong ||

5. darbe murid nagri Cina aslinipun | kabar misih trah narpati | ing mangkya pinundhut sunu | sampun sinungan kêkasih | Endrasena tuhu kaot ||

6. têguh timbul wantêr wêgig ing prang pupuh | kalih atus wadyanèki | kang ginala ing prang pupuh | punika ingkang ngêncêngi | pinrih mbalela ing katong ||

7. inggih talah kang binujuk têka purun | istijrate iblis kapir | ngalimputi tyas rahayu | ngandêl-kumandêl mring eblis | setan ngajak arêrêmpon ||

--- 1 : 14 ---

8. nadyan ndhatêngêna malih Rajèng Klungkung | pra abdi datan gumingsir | Pangran Pêkik ngandika rum | kabèh aturira sami | bangêt ing panrimaningong ||

9. karuhane lamun ingsun wus pinangguh | pribadi lan anak Giri | wurung sidaning prang pupuh | sawuse ingsun pinanggih | apa anane ing kono ||

10. balik padha sêdhiyaa ing prang pupuh | kêrigan sawadya mami | manawa dadi yudèku | gustimu putri njênêngi | jurite wong Surakewoh ||

11. Pangran Pêkik wus kondur mring dalêm agung | bibar kang samya anangkil | bakda ngisa wancinipun | njêng pangeran arsa nyilip | para wadya tana ana wroh ||

12. laju maring Giri lumêbèng kêdhatun | wau ta Susunan Giri | lênggah ingadhêp pra wadu | Endrasena tansah ngarsi | njêng sunan ngandika alon ||

13. hèh ta kulup kabare Sultan Matarum | utusan mring jênêng mami | pinrih nungkul Sultan Agung | yèn bangga ginêpuk jurit | ngrusak ing Giri kêdhaton ||

14. kang dèn utus rama Pangran Surakewuh | nanging tikêl tuwa mami | amung bapak-bapak awu | garwa Ratu Pandhansari | mèlu nanggulang ing kewoh ||

15. kaya priye kulup kang dadi kêncêngmu | ing mêngko ingsun mung dêrmi | miturut kêkêncênganmu | nungkul apik ora apik | sira kang nyangga bot repot ||

16. Endrasena duk tampi timbalan wiku | karna ro kadya sinêbit | netra ro andik kêmukus | kumêjot padoning lathi | matur mring sang wiku gupoh ||

17. dhuh njêng rama ingkang minangka satuhu | pêpundhèn ing tanah Jawi | waliullah cucu rasul | kang wus rinilan Hyang Widhi | sadhengah kinarsa klakon ||

18. Sultan Agung baya ingkang durung ngrungu | kalamun karaton Giri | kanggonan prajurit punjul | wudhu nèng Cina nagari | ngêjawa andon prang pupoh ||

19. têka ndadak kongkon bocah isih kuncung | bojone ginawa jurit | mêjanani Sultan Agung | mbok iya têka pribadi | ing kene tandhing lan ingong ||

20. sampun-sampun kangjêng rama karsa nungkul | pantês sultan ing Matawis | tur bulubêktui panungkul | sowan pribadi mring Giri | kèndêl dènira miraos ||

21. Pangran Pêkik uluk salam praptanipun | sang rêsi kagyat mangsuli | ngalaekum wassalamu | gupuh mênthuk[4] gya kinanthi | wus lênggah satata karo ||

22. Sunan Giri nêmbrama sarawuhipun | njêng rama Pangeran Pêkik | punapa sami rahayu | njêng pangran wêcana manis | sêlamêt sapraptaningong ||

23. sakêlangkung dènira kasuhun-suhun | sugata umadyèng ngarsi | sumangga sawontênipun | sumapala atur bêkti | gampil anak tan pakewoh ||

24. dhuh njêng rama dene rawuh dalu-dalu | sawiji tan na umiring | kagyat ing tyas sakêlangkung | punapa ta awigati | mucung mring Giri kêdhaton ||

11. PUCUNG

1. Endrasena myang sagunging para wadu | kang anèng ing ngarsa | andhêku dènira linggih | samya minggu tan ana wani micara ||

2. sang pangeran mingsêr ngajêngkên sang wiku | tan ana kêtingal | pinêndir Susunan Giri | nir wikara nir baya têtêking nala ||

3. datan ana tinaha ing galihipun | Pangran Surabaya | yèn sinawang nggêgirisi | wingwrin ing tyas kadya anon singa krura ||

4. solah ganggas ulat manis têmbungnya rum | hèh-hèh Sunan Arga | piyarsakna wuwus mami | Sultan Agung iku ratuning rat Jawa ||

5. murdaning rat ing jagad pramuditèku | ambêk parikrama | sadu sudibya sinêkti | putus ing rèh sampeka suramarata ||

6. pambêsmining kang samya tan arsa nungkul | babo praptaningwang | ing saèstune tinuding | kangjêng sultan kang pinuja jayèng ing rat ||

--- 1 : 15 ---

7. gustiningsun Njêng Susunan Sultan Agung | hèh sunan wruhanta | apa karêpmu kang pêsthi | aprêkara kang dadi karya manira ||

8. lamun sira satuhu nêdya rahayu | têtêping karajan | tulus wibawa ing Giri | anêmbaha ing Njêng Sultan Ngèksiganda ||

9. lan gawanên garwa putra sawadyamu | miwah ngaturêna | donyanira pèni-pèni | lan sagunging sêsotya rêtna kumala ||

10. barêng lawan sebamu marang Matarum | yèn sira ngèstokna | ing pituduh ingsun pêsthi | tutug têtêp mulat baskara sasangka ||

11. yèn tan anut marang ing pitutur ingsun | papa kang kok arsa | tanpa sesa praptèng lalis | nagri Giri sirna dadi karang abang ||

12. gustiningsun anjayèng bumi satuhu | tama parikrama | ing jagad wiryawan iki | wicaksana santosa ngagêm agama ||

13. ing sakèhing kasukanira puniku | wiryamu nèng donya | sami lir gêbyaring thathit | lan emanên aja nganti kêdrawasan ||

14. lah matura prasaja ywa nganggo ewuh | rikuh akêkadang | wêlas asih ywa kapikir | kêncênging tyas iku kang dadi panutan ||

15. Sunan Giri ndêngèngèk wicara arum | ya wallahu alam | Allah ingkang ngudanèni | amba tuwan sumendhe karsa Pangeran ||

16. ya ta wau Njêng Pangeran Surakewuh | rikala miyarsa | ngêndikanya Sunan Giri | tandya madal pasilan ngarsèng pandhita ||

17. sakondure pangeran ing Surakewuh | rêmbag dadining prang | samêkta ing benjing enjing | Endrasena jumênêng sumadilaga ||

18. wus wêrata dhawuhe sang maha wiku | mring para sêkabat | siswa kêtib kaum modin | para wadya sa-Giri wus amirantya ||

19. enjingipun sang pangeran sampun rawuh | nagri Surabaya | pinanggih garwa myang dasih | winartanan têmtu magut yudabrata ||

20. Sunan Giri lumuh datan arsa nungkul | wadya Surabaya | nèng alun-alun miranti | baris kapang jêng ratu nitih jêmpana ||

21. angidêri baris mubêng ngantya kêmput | maringkên ganjaran | mring kang ayun mêngsah jurit | arta miwah busana mawarna-warna ||

22. wus wêradin kang bêndhe munya angungkung | panêngran budhalan | kang dadya cucuking jurit | wus lumakya kadya ilining narmada ||

23. nulya joli titihanira njêng ratu | njêng pangran nèng wuntat | nitih kuda datan têbih | ginarubgyug sakèh ingkang wadyakuswa ||

24. tan petungan datan kawarna ing ênu | praptèng Giripura | kêpung kapang pacak baris | sêsêg ing tyas lir pendah ayun asmara ||

12. ASMARADANA

1. sigêg kang wus pacak baris | para wadya Surabaya | angêpung Giri kêdhaton | saningga kêpraboning prang | gantya kang kawuwusa | wau ta Giri Sang Wiku | sampun ingaturan wikan ||

2. lamun Kangjêng Pangran Pêkik | saha garwa ngêpung kitha | anglir samodra balane | mbêlabar ngêbêki papan | tiyang ing Argapura | jalu èstri samya bingung | kadya gabah ingintêran ||

3. Njêng Sunan Giri tinangkil | siniwèng kang wadyabala | mbêlabar anèng ngarsandhèr | samya sanega ing yuda | anganti kang timbalan | wontên putranya sang wiku | mijil saking ing ampeyan ||

4. sinung ran Dyan Jayèngrêsmi | wotsari matur ing rama | dhuh rama pêpundhèn ingong | paran têmah ingkang karsa | langkung sandeyaning tyas | arsa ngadoni prang pupuh | mêngsah Sultan Ngêksiganda ||

5. atur kawula rama ji | lêpata ing ila-ila | kamipurunipun lare | mudha punggung tan wrin gatya | yèn kêparêng ing kêrsa | prayogi samya sumuyud | mring Sultan Agung Mataram ||

6. sampun ta asalah kardi | kula wus miyarsa warta | Ngèksiganda Sang Akatong | susilèng tyas ambêg santya | tyas purna angumala | sayêkti kewala luhur | prabawa wêninging driya ||

7. rahayu parikrama di | botên eca yèn minêngsah | mumpung ing samêngke dèrèng | kalajêng campuh ing yuda | prayogi tinututan | pangintên amba pukulun | wande ngadoni ngayuda ||

8. dene manawi tinampik | karsaning caraka kêdah | ngatingalkên sudirane | pan dede saking paduka | ingkang miwiti

--- 1 : 16 ---

aprang | yêkti saka pyambakipun | datan awrat tinanggulang ||

9. ambêkuh Njêng Sunan Giri | tan kenguh[5] aturing putra | nulya mundur sang wira nom | samarga arawat waspa | pinupus ing wardaya | pêpasthènira Hyang Agung | takdir datan kêna selak ||

10. saundurira kang siwi | ngandika Raja Pandhita | Endrasena kayapriye | wong Surabaya wus prapta | ngêpung ing Giripura | Endrasena aturipun | wadya Giri wus siyaga ||

11. nyrantos timbalan rama ji | dhuh sutèngsun Endrasena | apa kang pinikir manèh | balik nêmbanga têngara | budhalna wadyanira | nglêbur baris Surakewuh | sira mangka senapatya ||

12. tur sêndika kang sinung ling | manêmbah angaras pada | dhuh guru panutan ingong | nyuwun pangèstu putranta | paduka dèn pracaya | undure wong Surakewuh | wus anèng ing astaningwang ||

13. pinêtêk bun-bunannèki | sinêbul mawantya-wantya | jaya-jaya andikane | mundur anêmbang têngara | busêkan para wadya | gya budhal ingkang rumuhun | wadyane Sang Endrasena ||

14. kalih atus winêtawis | sami asikêp sênjata | nyothe sêking nggendhong towok | pênganggene sarwa pêthak | wus samya masuk Islam | sabillolah uninipun | ing wuri Sang Endrasena ||

15. sênjatanira pinundhi | pistul kalih sinangkêlang | nganggar sabêt kara loke | nèng kiwa têngên curiga | anyire anèng wuntat | tinrapan bêndera pingul | tinulis asma Pangeran ||

16. pujinira andrêmimil | nyêbut asmaning Pangeran | sabillolah sênggakane | nulya pra kaum ulama | kêtib modin sêntana | myang wadya Giri sadarum | panganggone sarwa pêthak ||

17. sayuk samya ambêg pati | wus samya ayun-ayunan | wadya Giri Surakewoh | natap têngaraning yuda | bêdhug bêndhe myang trêbang | suraking bala gêmuruh | kadya bêlahing prawata ||

18. rame campuhing ajurit | tambuh mungsuh tambuh rowang | wong Giri ampuh yudane | mawantu-wantu nyênjata | wadya ing Surabaya | ing prang tan pati pikantuk | sêtêmah barise rusak ||

19. Endrasena mobat-mabit | ngiwut kadya Radyan Seta | mlantrah pisah lan wadyane | singa kang kêtrajang bubar | lumayu asar-saran | kang cêlak-cêlak linampus | tan ana mangga puliha ||

20. prajurit ing Surawèsthi | tan bisa namakkên gaman | pating bilulung solahe | rumangsa kawratên mêngsah | wong Giri pamukira | lir andaka nandhang tatu | ambêg pêjah sêdayanya ||

21. dumadya kang mêngsah giris | tan ana kawawa nangga | wadya Giri pangamuke | prajurit ing Surabaya | kathah ingkang kêbranan | tanapi tumêkèng lampus | wadya Giri sru gêmbira ||

22. kang pêjah mung sawatawis | ya ta wadya Surabaya | sadaya wus kraos cape | undurira alon-lonan | ywa nganti kawistara | wadya Giri sru mangêsuk | lir ngrabasèng sinoming dyah ||

13. SINOM

1. dènira prang asêdina | kasoran wong Surawèsthi | mundur tansah tinututan | apan kêsaput ing ratri | wong Giri kang nututi | wus samya wangsul sadarum | wong Giri giyak-giyak | pujian trêbang tinitir | angklung ngênthir anêlètèr samya emprak ||

2. Endrasena saha wadya | miwah para wadya Giri | wus sowan ngarsanira sang | pandhita raja ing Giri | manêmbah tur udani | lamun wadya Surakewuh | wus mundur pêlarasan | tan ana kang mangga pulih | kathah pêjah gustine datan karuwan ||

3. wau sang raja pandhita | langkung sukanirèng galih | kêlimput ing tyas angrêda | ngraos karilan ing Widhi | dènya ayun mêngkoni | ing tanah Jawa sadarum | sumungah ujubriya | kibir ing tyas uwas kengis | kapandhitan sirna gunging kamelikan ||

4. wusana aris ngandika | sokur alkamdulillahi | hèh ta kulup Endrasena | iki alamate dadi | angèl wong mijêt ranti | rêkasa anjara timun | kuciwa tan kêcandhak | Njêng Pangeran Surabanggi | kêcêkêla miris tyase wong Mataram ||

5. Endrasena matur latah | rèh wau kêsaput ratri | wadya dalêm sampun sayah | saha rêbat wêktu mahrib | ing dintên benjing enjing | têmtu kêbanda dening sun | mlajênga mring Mataram | ulun datan nêdya ajrih | sokur bage ing aprang tan mindho karya ||

6. babar pisan ulun bêkta | dadya datan wira-wiri | Pangran Pêkik kangjêng sultan | sumewa ngarsa sang yogi | sang wiku ngandika ris | iya sun dongakkên kulup | yèn isih jênêng ingwang | sira kaki [ka...]

--- 1 : 17 ---

[...ki] ywa kuwatir | ing samêngko ing Giri sun wèhi aran ||

7. iya nagri Sokaraja | pra wadu matur nêksèni | latri mêngko kêsukana | maulud dikiran singir | bungahna wadya alit | ganjarên sapantêsipun | kang padha mêntas yuda | dimène tambah kêwanin | nanging kulup aywa atinggal wêweka ||

8. manawa ing benjang enjang | mungsuhmu kuwawa bali | Endrasena saha wadya | sarêng matur ing sang rêsi | sadaya wus malêncing | miris datan nêdya wangsul | gustine tan kantênan | rowange kathah ngêmasi | benjang katon sarêng nungkule njêng sultan ||

9. ing ratri samya bujana | wadya Giri suka ngênting | gantya wau kang winarna | ingkang kêplajêng ing jurit | Njêng Pangran Surawèsthi | lawan garwanya njêng ratu | wus kumpul wadyanira | njêng pangran anglês ing galih | sungkawèng tyas miyat rusaking kang wadya ||

10. Ki Sêpanjang lajêring prang | umatur maring sang pêkik | gusti atur pêjah gêsang | abdi dalêm Surawèsthi | satuhu nggêgirisi | Endrasena yudanipun | miwah prajurit Ngarga | nêracak kêndêl ing jurit | ambêg pati ngamuk lir banthèng kêtawan ||

11. abdi dalêm Surabaya | sadaya turipun sami | ngraos sampun botên bangkat | tan na nêdya pulih gêtih | ing tyas wus samya wingwrin | kanthi miris sakalangkung | njêng pangran duk miyarsa | aturing punggawanèki | saya anglês ing galih datan ngandika ||

12. mangkana Njêng Ratu Pandhan | miyat garwanya prihatin | sumpêk ing tyas tan kawêngan | minggu datan kêna angling | njêng ratu matur aris | ngrêrêpa mring garwanipun | dhuh guru lakiningwang | lamun makatên ngajurit | rusaking prang amba nyuwun lilah tuwan ||

13. bilih kenging dinandosan | kula ingkang andandosi | kagyat Pangran Surabaya | mirêng ature kang rayi | patanyanira aris | dhuh babo pêpujan ingsun | ratuning amrakatya | ratuning manis sabumi | kadiparan kang dadya ing karsanira ||

14. wadyanira wus kèh pêjah | kang kari wus padha wingwrin | njêng ratu manis turira | sok ugi kangmas nglilani | manawi ta manawi | sagêd mulihakên purun | mangkana duk miyarsa | njêng ratu rinangkul aglis | tuhu yayi jêjimate Surabaya ||

15. lah apa sakarsanira | ulun tan sawalèng kapti | ing samêngko amung darma | magondhal ing sira gusti | sakarsanira dadi | ulun wus pasrah sliramu | ing dalu tan winarna | kunêng kawuwusa enjing | Ratu Pandhan pinarak lawan kang garwa ||

16. anèng tarub wêwangunan | andhèr wadya Surawèsthi | njêng ratu arum ngêndika | hèh sakèhe wadya mami | nggon ingsun mangun jurit | ingutus njêng kaka prabu | sinangon busanarta | reyal wolung èwu luwih | busana kèh endah-endah warna-warna ||

17. iku sun ganjarkên sira | pandumên ingkang wêradin | pra wadya ing Surabaya | sêdaya wus samya tampi | arta busana adi | sumaringah nityanipun | bombong tyasnya sadaya | njêng ratu ngandika malih | wadyaningsun kabèh kang tampa ganjaran ||

18. wus katonton antêpira | tuhu ring gusti angèsthi | milu lêlana andon prang | sêdya sadu ing rèh ririh | saparan tan na kari | papa rêkasa ing laku | tan ana mawèh marta | lantaraning ing kamuktin | tak walêsa satus mene durung mandra ||

19. yayah mamriha wiryawan | pamalêsku mung papèki | paran minangka mulyakna | tan ngupakara mring abdi | gung awèh kawlasasih | asor têmên jiwaningsun | bocah ing Surabaya | kulina wibawa nagri | gung ginawa ina papa kasangsara ||

20. mbarêngkut kadya bêbêrah | labuh gusti kawlasasih | kasurang pan kasangsaya | ragèngsun paran pinanggih | nggêgawa mring tan bêcik | durmala bae ragèngsun | bagya wirya ing praja | sênêng mulat anak rabi | têka ndadak dak ajak pênggawe papa ||

21. satêmah amanggih susah | angadoni jayèng jurit | pira pêpati tan ketang | saking drêng kadêrêng ing sih | yun malês marang gusti | tan tiwas saking ||

--- 1 : 18 ---

sirèku | ingsun lan kakang êmas | iku dununging kang sisip | pirabara muwuhi ing kawiryawan ||

22. mungguh ing panyaurira | wus kêlakon tur ngêlèbi | ingsun ingkang kapotangan | kacihna nalika jurit | campuh lan santri brai | akanthi prajurit punjul | Cina samya mualap | prabawane angungkuli | para baku prajurit ing Surabaya ||

23. kêna prabawa tarêbang | rumaras tipis kang ati | tan luput saka ing sira | manawa wus karsèng Widhi | ing mêngko Surawèsthi | ginawe beda lan dangu | nguni ing sabrang wetan | pangaubaning prajurit | manggalèng prang prajurit ing Surabaya ||

24. tyas ambêk sêtya susatya | tan angeman lara pati | wantêr tatag ing ayuda | têguh datan pilih tandhing | bêbanthèng tanah Jawi | mundur aran sukanipun | iku dhèk jaman kuna | sarèhning wêktu saiki | akèh mungkur lêlabuhan kuna-kuna ||

14. PANGKUR

1. lah ta sagung wadyaningwang | dadi luwih bêcik lêlakon iki | tur tan sumêlang yèn lampus | kêtaman ing gêgaman | nadyan kucêm nanging isih mamah mumuh | nora keguh ing rêrasan | waton ndrêbala lêstari ||

2. payo lah padha bubaran | ingkang agung apuranira sami | marma mêngko sadayèku | padha nuli muliha | mring wismamu dene ta ganjaran ingsun | gawenên sangu nèng marga | ingokêna anak rabi ||

3. ingsun mulih mring Mataram | munjuk kangmas njêng sultan ing Matawis | ngaturkên pati uripku | lan kangmas adipatya | tiwas ing prang mungsuh wiku tuwa pikun | biniyanton wong maalap | Cina nênêka ngêjawi ||

4. gêgamane mung saklumrah | santri mêri têrêbange tinitir | têka wèh uwasing kalbu | angênirkên kasuran | têmah ura datan kuwawa tumangguh | akèh wutahing ludira | nandhang brana têka lalis ||

5. kang kari tyase garowah | lir kinêbat kawanènira ênting | kèh-kèhe ingsun kang luput | anandhang kawirangan | lara pati ingsun lan kangmas tumangguh | aywa milu-milu padha | lah uwis andum basuki ||

6. kunêng njêng ratu lingira | para mantri umatur sadayèki | pan sarya drês wêtuning luh | dhuh gusti pundhèn ingwang | sampun age paduka nêmahi kondur | totogên wadya paduka | bêktine wong Surawèsthi ||

7. lawan pamrihe pra wadya | angantosa yèn mêngsah tuhu sêkti | dêdimèn têlas pukulun | sagung wong Surabaya | têkèng pêjah wadyanta ing Surakewuh | datan ngrêmpêlu sadaya | yèn ngeman-emana pati ||

8. kêlakyane karsa tuwan | yèn kêcuwan luwung tumpêsing jurit | urip apa karyanipun | tan pêcus karya rêna | ing karsane njêng gusti têka tan dhaup | yèn uripa kêna ngucap | dhasar manusa tan yukti ||

9. ewa kabèh kang tumingal | jêr wong Surawèsthi kang njêjêmbêri | apês nisthane kêlangkung | kawruhe nora nana | mung mangkono bobote aduwe ratu | wali kalipahing Allah | prandene nora nglabuhi ||

10. ya endah apa wong kompra | cêplik tangèh wêruha marang bêcik | sadaya pating salênggruk | punggawèng Surabya | Ki Tumênggung Sêpanjang matur dhuh-adhuh | anjalmaa kaping sapta | kawulakna sadayèki ||

11. pêjah gêsang aywa pisah | ing njêng pangran kang mêngku Surawèsthi | wadya tumpêsa karuhun | sampun age paduka | kondur ngaturakên yuswanta pukulun | pra wadya ing Surapringga | yèn tiwas ngayahan jurit ||

12. aywa na kantun satunggal | tinumpêsa mring Sunan Giri aglis | yèn paduka prapta kantun | dhatêng ing kalanggêngan | nyuwun wartos kewala solah pukulun | Sunan Giri kang mbalela | pinanggiha jroning pati ||

13. taksiha satru kawula | saturune njalmaa dhatêng pundi | têtêpa dumados satru | yèn dèrèng kêlampahan | pulih awon dhatêng paduka gustiku | Njêng Ratu Pandhan myang garwa | suka ing tyas duk miyarsi ||

--- 1 : 19 ---

14. ature para punggawa | samya madêg kasuranirèng galih | prasêtyane anrus kalbu | datan lamis ing ujar | sru kumruwuk nyuwun lilah magut pupuh | mangrurah kraton prêwata | rampung ing sêdina mangkin ||

15. sunane dadya tawanan | amboyongi donyarta garwa siwi | Ratu Pandhan ngandika rum | yèn sira magut aprang | ingsun arsa uning tingkahing apupuh | yèn têtêp asoring yuda | padha barêng angêmasi ||

16. para wadya matur nêmbah | dèn pitados risaking kraton Giri | prayogi njêng gusti kantun | wontên ing pasanggrahan | nyakecakkên sarira dalêm pukulun | njêng ratu aris ngandika | parimarmanta mring mami ||

17. abangêt tarimaningwang | sun têtêdha winalêsa ing Widhi | nanging kêncênging tyas ingsun | tan kêna sinayutan | para wadya sadaya samya andhêku | njêng ratu malih ngandika | mêngko yèn wus praptèng Giri ||

18. mungguh gêlaring ayuda | bocah ingsun sikêp ing Surawèsthi | nganggoa gêgaman pupuh | anèng ing ngarsaningwang | kang minangka têtindhih kangmas lan ingsun | kabèh padha singidana | lamun wus têmpuh ing jurit ||

19. ingsun aparing têngara | yèn pistulku wus muni kaping katri | sêdhêng kuwure prang pupuh | aglis sira nrajanga | poma padha èstokna pitutur ingsun | pra wadya matur sandika | mundur anata kang baris ||

20. pra wadya asuka-suka | giyak-giyak marlêsunira ênir | pulih kapurunanipun | sarêng surak gumêrah | nora nana kang alit ing manahipun | sadaya sêdyambêk pêjah | gêmbira wong Surawèsthi ||

21. sampun anêmbang têngara | bidhalira wadya ing Surawèsthi | kuli minangka pênganjur | binusanan mawêrna | abang kuning ijo putih irêng wungu | mandhi watang nganggar criga | tinon lir panjrahing sari ||

22. Njêng Ratu Pandhan nèng wuntat | nitih joli njêng pangran datan têbih | wahana turangganipun | ingurung-urung wadya | magêrsari prajurit wuri sumambung | solahe lir singa krura | tan nêdya mundur ing jurit ||

15. DURMA

1. lampahira ing ênu datan winarna | wadya ing Surawèsthi | wus ngancik jajahan | ing Giri kagegeran | prajurit kang anèng wuri | lampahnya nyimpang | singidan tan kêtawis ||

2. kawarnaa njêng susunan ing Prawata | lagya eca tinangkil | lan Sang Endrasena | ingadhêp para wadya | tan liyan ingkang ginupit | jayaning aprang | njêng sunan ngandika ris ||

3. Endrasena kadiparan mungsuhira | apa tan nêdya bali | matur Endrasena | pukulun kintên amba | kêlajêng dènnya mêlêncing | botên kuwagang | nadhahi yuda mami ||

4. lamun purun wangsul nêtêpi bêbasan | lir sulung lêbu gêni | nadyan Kangjêng Sultan | Mataram yèn miyarsa | tandang ulun pilih jurit | kasêktèn amba | sayêkti lajêng miris ||

5. dèrèng dangu dènira imbal wacana | kasaru gègèr njawi | alok mungsuh prapta | pênganggo mancawarna | tindhihipun nitih joli | mungguh ing wuntat | gugup Susunan Giri ||

6. kulup payo banjur nêmbanga têngara | mungsuh ndadak nêkani | kaki dèn prayitna | sun ndongakkên raharja | Endrasena mundur aglis | nêmbang têngara | busêkan wadya Giri ||

7. prêdandana ngrasuka kêpraboning prang | saking kutha wus mijil | praptèng rananggana | sampun ayun-ayunan | têngara paguting jurit | bêdhug tinatap | surak manêngkêr langit ||

8. sarêng tandang wadya Giri Surapringga | caruk asilih ungkih | tambuh mungsuh rowang | sênjata bêrondongan | wadya Giri ngidak wani | pangamukira | lir banthèng nandhang kanin ||

9. wadya Surapringga kadya singa krura | mêgalak nggêgirisi | samyambêg palastra | kang pêjah ingidakan | riwut rukêt ing ajurit | tan ana nêdya | ngucira ing ajurit ||

--- 1 : 20 ---

10. pan kêrasa pêparinge gustinira | sêdya amalês bêcik | ngêtohakên pêjah | wus rukêt ing ayuda | larih-linarih ing kêris | tumbak-tinumbak | pênthung-pinênthung gênti ||

11. ana ingkang prang tangan tanpa gêgaman | dadya bithi-binithi | japa-jinapanan | sêbul-sinêbul gantya | umêt-umêt umik-umik | ngapalkên jaya | pating karêsês sami ||

12. Endrasena pêngamuke saya nêngah | pêdhange mobat-mabit | singa kang kêtrajang | ngisis datan kêwawa | nanggulang pêngamuknèki | kathah kêbranan | pêpati tanpa wilis ||

13. bubar-bubar ngungsi gyaning gustinira | Njêng Ratu Pangran Pêkik | anudingi wadya | hèh bocah Surabaya | sira ayun marang ngêndi | aturing wadya | aso ing sawêtawis ||

14. wusnya aso sakêdhap nulya tumandang | mring pabaratan malih | Risang Endrasena | sawadya sru gêmbira | satuhu ngebat-ebati | pêngamukira | njêng ratu wlas ningali ||

15. matur marang kang garwa kangjêng pangeran | dhuh kakang adipati | Senapati Cina | wus wuru ing ayuda | sêdhênge tiniban mimis | mantuk njêng pangran | njêng ratu ngasta aglis ||

16. pistulira winawas mimis lumêpas | mring Endrasena kanin | tanganira kanan | njumbul pêdhange gigal | ngamuk dhuwung tangan kering | pinistul sigra | kêbranan tangan kalih ||

17. mêksih panggah ngamuk mbijig njêjêg ndhupak | angêmah-êmah kuping | Ratu Pandhan sigra | pistulira winawas | suku Endrasena kêni | sakala rêbah | prajurit Surawèsthi ||

18. samya mirêng ungêling pistul ping tiga | sigra angêbyuk jurit | saking kering kanan | gugup ingkang tinrajang | wong Giri tan ana uning | yèn misih wêtah | prêjurit Surawèsthi ||

19. kiranira kantun kang katon kewala | jroning tyas agung kibir | dadya tan wêweka | bujuke wong Mataram | wadya Cina anadhahi | karoban mêngsah | linambung nganan ngering ||

20. Endrasena dhoko madyaning ayuda | mangkana wadya Giri | myang prêjurit Cina | tyase wus samya growah | kêmba tandanging ajurit | wong Surabaya | sêdaya ambêg pati ||

21. amangrurah mungsuhe pating sulayah | anglir babatan pacing | Risang Endrasena | kinrocok tinumbakan | ajur luluh awor siti | wadya tumpêsan | sakantune kang lalis ||

22. mawut-mawut lumayu ngguwang gêgaman | samya angungsi urip | gêlundhung ing jurang | singidan malbèng guwa | ana ingkang nggêbyur tasik | minggah ing arga | sinurak saya giris ||

23. wadya Giri siji tan ana kêtingal | rêsik lir dèn saponi | wadya Surabaya | surak ambal-ambalan | prêtandha unggul ing jurit | Giri kinêpang | têpung kinubêng baris ||

24. kawarnaa nalika ramening yuda | putranya Sunan Giri | kang saking ampeyan | têtiga èstri juga | tunggil sayayah sêbibi | sru angrês ing tyas | lir mas timbul ing warih ||

16. MASKUMAMBANG

1. ingkang sêpuh kêkasih Dyan Jayèngrêsmi | ramening ayuda | ngupadosi rayi kalih | Jayèngsari Rancangkaptya ||

2. kêrsanira ri kalih binêktèng ngungsi | nanging jro kêdhatyan | ingubrês wus tan kêpanggih | rahadyan sangêt sungkawa ||

3. lolos saking Giri madosi kang rayi | tambuh kang sinêdya | tan ana kang ngudanèni | lêpas lampahe rahadyan ||

4. kawarnaa wau Radyan Jayèngsari | tan pisah kêlawan | rinta Nikèn Rancangkapti | ngupadosi ingkang raka ||

5. tan kêpanggya Santri Buras atur uning | dhuh lae bêndara | ing Giri apês ing jurit | tan wande dadya têtawan ||

6. pan binoyong marang nagri ing Mêntawis | rakanta Rahadyan | Jayèngrêsmi sampun anis | nir dasih kang atut wuntat ||

7. duk miyarsa ature Ki Buras Santri | Radyan Jayèngsêkar | ngêndika waspa drês mijil | yayi paran kêrsanira ||

--- 1 : 21 ---

8. Nikèn Rancangkapti matur sarwi nangis | kakang nora bêtah | yèn pisaha lan sirèki | sêparan aku tut wuntat ||

9. saya ribêt tyasira Dyan Jayèngsari | yayi kêrsaningwang | anglut kakang mas Jèngrêsmi | mati urip aywa pisah ||

10. Buras matur kêlilana ingkang abdi | tumuntur sêparan | sumangga nuntên lumaris | sêlak têbah raka para ||

11. payo yayi nuli pangkat ing saiki | kang rayi turira | kakang aku dandan dhisik | karo nglumpukke dolanan ||

12. mêngko Buras gawanên dolanan mami | bèsèk têmantenan | ambèn cilik rana cilik | bagor isi dhuwit wingka ||

13. cowèk wajan anglo kêrên kêndhil kwali | irus rok-erokan | solèt wilah susuk cilik | bagor cilik isi bêras ||

14. tenong cilik isi bumbu aja cicir | lan cuwilan bata | kêmbang jambu ampas krambil | kunir ênjêt angus wajan ||

15. Buras matur lèhe mbêkta kadipundi | iya kanthongana | mèh bae dhakone lali | kêcik klungsu anèng kêba ||

16. mantènaku bêcik dak gendhong pribadi | aja sira gawa | mêngko mundhak kok colongi | kateku gawanên pisan ||

17. ngko nèk kêsêl aku njuk gendhong sirèki | Buras tobat-tobat | dhuh bêndara napa malih | kari pêturon bênetan ||

18. payo Buras ewangana anjupuki | Radyan Jayèngsêkar | myarsa surak nggêgêtêri | kang rayi nulya cinandhak ||

19. gya ginendhong santri Buras anèng wuri | kakang êdhunêna | pasaranku isih kèri | nèk dak tinggal mundhak ilang ||

20. Buras matur sêdaya tan ana kèri | wus pinikul bêrah | êndi mantenanku kêcik | karo cukiku nèk ilang ||

21. sampun lêpas lampahe Dyan Jayèngsari | umanjing mring wana | tumurun ing jurang trêbis | gantya ingkang winursita ||

22. kangjêng ratu lawan garwa sang dipati | minggah marang arga | jinajaran pra prajurit | ingurung-urung sêntana ||

23. kawarnaa garwanya sang maha rêsi | miyos saking pura | lumajêng atawan tangis | miyat baris kang nèng ngarsa ||

24. praptèng ngarsa mêndhak-mêndhak mangênjali | anungkêmi pada | matur mlasasih wor tangis | lae gusti pundhèn amba ||

25. kêrsa rawuh anèng padhêkahan Giri | sèwu kanugrahan | pindha kêdhawahan sasi | wijile natèng minulya ||

17. MIJIL

1. datan ndimpe musthikaning bumi | rawuh sakêroron | apuranên punika dasihe | abdi dalêm pêndhita ing Giri | ywa tumêkèng lalis | sru panyuwun ulun ||

2. sèstunipun putranta ing Giri | kêtarik wiraos | kêni bujuk rum manis têmbunge | anglimputi utamaning rêsi | têmah mbêbayani | tiwas ing tumuwuh ||

3. Endrasena eblis angêjawi | rêraton nèng dhepok | têka badhe ngêmbari dhèwèke | ing sang ulun kang mêngku rat Jawi | satêmah ngêmasi | nggêgawa sang wiku ||

4. putra tuwan saèstune sêpi | mbalela ing katong | lah punapa kang dèn andêlake | dhuh njêng gusti saèstu tur mami | dèn pracayèng galih | gusti atur ulun ||

5. Pangran Surawèsthi ngêndika ris | aywa walangatos | lamun mêngko wus eling atine | gêlêm nungkul marang ing Mêntawis | atur pati urip | mring Njêng Sultan Agung ||

6. yèn miturut nora sun patèni | lamun mêksa wangkot | kari aran sak bojo anake | tumpês tapis ing Giri sun radin | papak lawan siti | aja na mêndhukul ||

7. nora nyana nora ngira mami | yèn dadi prang popor | sadurunge kêlakon mêngkene | akèh-akèh manira nuturi | têka tan ginati | minggu datan muwus ||

8. aturana lakimu dèn aglis | yèn sandeyèng batos | isih kêncêng kang dadi karêpe | isin mundur nglabuhi si eblis | nora ngeman pati | suka tumpês lêbur ||

9. baya amung sagêbyaring thathit | ing Giri wus luloh | mênèk uwus rumangsa lupute | gêlêm nungkul marang ing Mêntawis | nuli konên mijil | aja nganggo dhuwung ||

--- 1 : 22 ---

10. nêmbah mundur sang dyah pramèswari | njêng ratu angêntos | anèng njawi kêlawan garwane | ya ta wau Pramèswari Giri | nungkêmi padaning | risang raja wiku ||

11. aturia amêmalat ing sih | dhuh jawataningong | rama tuwan kêlawan garwane | Gusti Kangjêng Ratu Pandhansari | rawuh wus nèng njawi | mbêkta prêjurit gung ||

12. dhawuhipun dhumatêng ing mami | gusti wantos-wantos | ywa kêdaud paduka kêsupèn | bilih kêrsa nungkul mring Mêntawis | tanggêl Pangran Pêkik | ing rahayunipun ||

13. slira tuwan sagarwa putra dwi | tulus angêdhaton | anèng Giri sêturun-turune | bilih datan mêkatên wus pêsthi | risak prajèng Giri | tumpêsan sêdarum ||

14. njêng paduka tinimbalan mijil | dangu wus ingantos | yèn têlendho mbok dados dukane | pan dinalih ngrungkêpi si eblis | mangga sowan gusti | sampun ngagêm dhuwung ||

15. Sunan Giri wèntèh angèngêti | tyasira sumêdhot | gugup tanggap ngrasuk busanane | datan ngagêm curiga wus mijil | atêtêkên êcis | mangsah mundhuk-mundhuk ||

16. dupi prapta ngarsanya Sang Pêkik | sêsalaman gupoh | wusing salam gya ngraup padane | marikêlu mêwês anèng ngarsi | lir konjêm ing siti | ajrihe kêlangkung ||

17. angêndika Njêng Pangeran Pêkik | pungkasaning lakon | kadiparan karêpmu ing mangke | kêkêtogan aywa mindho kardi | êndi kokantêpi | mati apa nungkul ||

18. lamun nungkul dak gawa saiki | marang nagriningong | sabojomu myang anakmu kabèh | rajabrana saisine Giri | sawadyanirèki | aja na kang kantun ||

19. sêbanjure angidhêpa maring | njêng sultan kinaot | ingsun ingkang bakal nyebakake | sang pandhita aturira aris | tan lênggana gusti | andhèrèk sakayun ||

20. sampun ingkang dhumatêng ing sakit | nadyan praptèng layon | tan gumingsir sumarah abdine | muhung nyadhong parênging narpati | amba angèngêti | wêwêca ing dangu ||

21. kêrsaning Hyang buwana binalik | luhur dadi asor | nanging datan ngicalkên lajêre | kadiparan nggèn amba sumingkir | pangran duk miyarsi | angrês galihipun ||

22. ngêndika lon ywa sumêlang kaki | ingsun kang tumanggoh | dèn prêcaya marang Sang Murbèng Rèh | lah ta mara prêdandana aglis | lèngsèr Sunan Giri | prêdandosan sampun ||

23. wus samêkta tan ana kang cicir | njêng pangeran bodhol | kangjêng ratu wahana joline | Sunan Giri tinandhu nèng ngarsi | lan garwa myang siwi | jinagan wadya gung ||

24. wadya Surawèsthi abêbisik | matur sang wira nom | prayogine Sunan Giri mangke | yèn sêmbada ing kêrsa njêng gusti | rèh karya pêpati | agambuh prang pupuh ||

18. GAMBUH

1. kêlakyan aprang pupuh | dados damêl kapitunan agung | aminihi kêsangsaraning tyang alit | ngorêgkên praja sawêgung | abdi dalêm kathah layon ||

2. têtela sampun kosus | sinangsaya tumêkèng ing lampus | tinumpêsan sampun botên milalati | imane sampun têkiyur | ical sumungkêm ing Manon ||

3. mumpuni kajêngipun | njawi lêbêt sêdyanya rinangkut | tan rumaos kungkulan dhampar narpati | wikuning antingan èstu | pêtaknya njawi kemawon ||

4. ing mangkya mumpung ngumpul | wontên ngajêng kadrèl saking pungkur | Pangran Pêkik gumujêng ngêndika aris | bênêr kabèh ing aturmu | wus kosus tinumpês mêngko ||

5. ananging saka dhawuh | dalêm Gusti Kangjêng Sultan Agung | ingsun ora winênang lamun matèni | pan dudu bubuhan ingsun | luwih kêrsaning sang katong ||

6. wirayate pra luhung | yèn samêngko durung wêktunipun | mbesuk ana kang ngrêmêt kêdhaton Giri | darahe Njêng Sultan Agung | campur lawan darah ingong ||

--- 1 : 23 ---

7. sêdaya para wadu | samya ndhêku langkung cuwèng kalbu | marêm ing tyas têmbe kêlakyan sêdyèki | ya ta lajêng lampahipun | wus prapta ing Surakewoh ||

8. pinêrnah pondhokipun | Sunan Giri sawadya kinumpul | myang jinagan ing prêjurit Surawèsthi | kangjêng ratu kêrsanipun | mbenjing enjing nggènnya bodhol ||

9. cinacahakên sampun | bêboyongan jarahan brana gung | Sunan Giri matur mring Njêng Pangran Pêkik | kauningana pukulun | kirang tiga anak ingong ||

10. Jayèngrêsmi kang sêpuh | miwah Jayèngsari arinipun | wuragile wasta Nikèn Rancangkapti | ramening prang sami murut | lolos saking ing kêdhaton ||

11. tan wontên sanjang ulun | duga dalêm mênggah purugipun | tunggil biyang tiga pisan saking wingking | njêng pangran nulya dhêdhawuh | maring wadya Surakewoh ||

12. hèh bocah dèn agupuh | upayanên atmaja sang wiku | Jayèngrêsmi Jayèngsari Rancangkapti | kêlamun uwus kêpangguh | rih-rihên dingati klakon ||

13. sebakna mring Mêntarum | yèn ambangkang linirih tan purun | aywa wangwang nggonira anyêntosani | yèn abota sangganipun | matura ing jênêng ingong ||

14. Ki Sêpanjang wus ngutus | wadya Surakewuh ingkang ngruruh | pan sinêbar ing paran datan anunggil | sigêgên dènnya angruruh | enjinge dènnya yun bodhol ||

15. sowan maring Mêntarum | wus samêkta punggawa nung-anung | myang boyongan jarahan sampun miranti | tinêngêran bêndhe ngungkung | gêmuruh kanang kêndhang gong ||

16. enjing budhal gêmuruh | giyak-giyak tandha unggul pupuh | kangjêng ratu nèng ngarsa anitih joli | njêng pangeran tansèng pungkur | nitih turangga binarong ||

17. ingayap wadyanipun | jinajaran myang dèn urung-urung | kang sumambung ing wuri Njêng Sunan Giri | sagarwa putra tinandhu | brana jarahan tan adoh ||

18. jinagan pra mantri nung | jinajaran myang dèn urung-urung | ginarubyug prêjurit ing Surabanggi | samya prayitna ing kewuh | samarga-marga tinonton ||

19. ing ênu tan winuwus | wus angancik ing nagri Mêntarum | orêg ingkang samya ayun aningali | kondurira kangjêng ratu | ungguling prang ambêboyong ||

20. Sunan Giri pinikut | sagarwa putra sêntananipun | jêjarahan gusis rajabrana Giri | wong nonton jêjêl supênuh | samya ngucap ting cêlêmong ||

21. sing êndi warninipun | Sunan Giri kang mbalelèng ratu | rowangira nauri atuding-tuding | kae loro anèng tandhu | kang wus pikun kêmpong perot ||

22. lho dene uwis tuyuk | apa ingkang dèn êndêlkên iku | ah wong wiku mênawa dongane mandi | lan duwe sêraya jadhug | Cina mu'alap sêbagor ||

23. ing mêngko wus kinrucuk | ing njêng ratu kagêm sambêl sindu | pinakakkên marang sakèhe wong Giri | satêmahe padha murus | rajane kêna binoyong ||

24. wau ta lampahipun | kangjêng ratu praptèng alun-alun | Pangran Pêkik sawadya myang Sunan Giri | kèndêl nèng têratag agung | njêng ratu ndhandhang ngêdhaton ||

19. DHANDHANGGULA

1. kawarnaa Njêng Sultan Matawis | apan sampun ingaturan wikan | Njêng Ratu Pandhan rawuhe | saha ungguling pupuh | Sunan Giri sampun kêjodhi | binêkta mring Mataram | mangkana sang prabu | miyos madyaning pêndhapa | ginarêbêg sagunging dyah jroning puri | sampêt pacarèng nata ||

2. tan pantara kang rayi kaèksi | kangjêng sultan gupuh dènnya mapag | tundhuk pinêngkul janggane | kinanthi lampahipun | wusing lênggah cakêt sang aji | arum wijiling sabda | babo ariningsun | lakumu myang garwanira | ingsun utus ngêndhakkên Pandhita Giri | apa padha raharja ||

3. lakinira mêngko ana ngêndi | kangjêng ratu matur saha nêmbah | kakang prabu pangèstune | mundhi dhawuh pukulun | amba miwah kangmas dipati | myang wadya Surabaya | sêdaya rahayu | ingutus wus antuk karya | Sunan Giri ing aprang sampun kapilis | ing mangkya kula bêkta ||

--- 1 : 24 ---

4. laki ulun ngêntosi nèng njawi | cumadhong ing dhawuh sri narendra | njêng sultan utusan age | nimbali ipe prabu | Pangran Pêkik sampun akerit | prapta ing pêlataran | ndhadhap mundhuk-mundhuk | lênggah konjêm ing prêtala | gya ingawe njêng pangran majêng wotsari | mangraup pada nata ||

5. padha bêcik satêkamu yayi | dene lagi sawêtara dina | apa baya antuk gawe | njêng pangran nêmbah matur | dhuh gustiku kalipah Widhi | musthikaning bawana | kinasih Hyang Agung | pêngèstu dalêm narendra | kawula myang abdi dalêm Surawèsthi | sêdaya karaharjan ||

6. nuwun sampun kawula tinuding | ndhawuhakên timbalan narendra | dhatêng Sunan Giri Prapèn | supadi ywa kêdaut | kajêngipun ingkang asisip | tan ayun sumuyuta | ing pada pukulun | sêkawit patik piyambak | tanpa kanthi pinanggih Susunan Giri | pinuju pêkêmpalan ||

7. para kaum andhèr ngarsèng rêsi | lawan wontên tyang Cina mu'alap | kalih atus prêjurite | sampun Islam sêdarum | lurahipun pinêndhêt siwi | ingaran Endrasena | satuhu pinunjul | punika ingkang akarya | kêdauting tyasira sang maha rêsi | sinêntosan tyang Cina ||

8. ulun paripih sangkaning aris | mèh sêdalu mêksa botên mêmbat | gèbès tan wontên ature | pêgêl ing tyas kêlangkung | ulun mantuk datanpa pamit | enjinge mapag yuda | mèh sêdintên muput | wadya dalêm Surabaya | pan kêsêsêr giris pêngamukirèki | Endrasena prêwira ||

9. ing sasagêd amba bêbolèhi | mêksa miris mopo ananggulang | wadya Giri pêngamuke | tyas amba ngrês kêlangkung | sumpêg pêpêk kewran ing pikir | rayi dalêm duk mriksa | bilih amba minggu | tan wontên wênganing manah | ngêndika rum dhatêng amba ngasih-asih | mundhut lilah angrêpa ||

10. kêrsa mulihakên tyasing abdi | sarêng rayi dalêm angêndika | tyas amba langkung sokure | nyumanggakkên sêkayun | mung sêdêrmi ndhèrèk kang abdi | anulya mundhut reyal | cacah wolung atus | busana manekawarna | pinaringkên dhumatêng punggawa mantri | pêpikul Surabaya ||

11. samya enggar manahipun sami | prêmbik-prêmbik thukul kêsurannya | njêng sultan asru gujênge | bacutna ariningsun | nuwun rayi dalêm njêng gusti | kathah kang pêngandika | nyês-nyês manis arum | kados mêjang ngèlmi nyata | anggêndhagan abdi dalêm botên apil | panjang angandhar-andhar ||

12. abdi dalêm tyang sa-Surawèsthi | sarêng mirêng ingkang pêngandika | samya madêg kasurane | matur asênggruk-sênggruk | aprasêtya mawanti-wanti | sêdaya ambêk pêjah | nadyan lêbur luluh | tan gumingsir ing ayahan | saya suka sang aji ngêndika aris | mara yayi banjurna ||

13. enjing lajêng têngara tinitir | rayi dalêm madêg senapatya | nèng joli mangku pistule | kawula anèng pungkur | numpak kapal datan cêmuwit | gêlaripun ayuda | garudha maniyup | kuli binusanan abra | dadya cucuk rayi dalêm dadya têlih | prêjurit Surapringga ||

14. kang minangka gêlar nganan ngering | alimunan datan kêtingalan | amung cucuk mèdèng-mèdèng | surak mawantu-wantu | wadya Giri lajêng miyosi | nir pringga nir wêweka | gupuh amanêmpuh | Senapati Endrasena | sawadyanya tyang Cina myang wira Giri | rame campuh ing yuda ||

15. pan kêpilis wadya Surawèsthi | ngungsi ing gyaning kang senapatya | rayi dalêm timbalane | lho athik padha mlayu | aturipun botên lumaris | angêncêngi dandosan | Endrasena anglut | tandangnya lir Radèn Seta | rayi dalêm mistul tangan kanan kêni | pêdhangipun wus gigal ||

16. maksih ngamuk dhuwung tangan kering | gya pinistul tanganira kiwa | kêbranan tangan kalihe | kantun suku myang gundhul | njêjêg mbijig lir menda baring | gêr ginuyu ing kathah | ping tri ing pamistul | sukunipun kang kêtaman | lajêng dhawah sarêng kêbêting suwiwi | wadya ing Surabaya ||

17. kang ngêbyuki saking kanan kering | waringutên wadya Surabaya | kadugenan punagine | mangidak ambêk purun | datan ondhil wadya ing Giri | pêpêjah tan petungan | lèsèh susun timbun | kantun kêdhik ingkang gêsang | mawut-mawut samya ngungsi jurang trêbis | wênèh minggah prawata ||

18. Endrasena luluh awor siti | wadya Cina tumpêsan sêdaya | rayi dalêm minggah age | dhumatêng ing kêdhatun | praptèng jawi garwa sang yogi | umarêg ngraup pada | asru tangisipun | nyuwunakên pangaksama | gêsangipun lakinta Pandhita Giri | sampun asrah bongkokan ||

--- 1 : 25 ---

19. tan suwala sakêrsa sang aji | rajabrana saisining pura | sêdaya dèn aturake | myang anak rabinipun | amung anak kang saking sêlir | têtiga èstri juga | Jèngrêsmi kang sêpuh | ambêk mawiku sudibya | nulya Jayèngsari taruna apêkik | Rancangkapti wanodya ||

20. tiga pisan ramening ajurit | samya lolos amba wus kengkenan | ngupadosi katigane | ing samangke pukulun | Sunan Giri saanak rabi | myang sagung jêjarahan | wus nèng alun-alun | kawula nuwun sumangga | kangjêng sultan suka amêrwata siwi | aris wijiling sabda ||

21. iya bangêt ing tarima mami | wiku Giri antuk ingapura | ing samêngko pêngwasane | ing Giri sadayèku | sun paringkên marang sirèki | sagunging jêjarahan | dadiya darbèkmu | jêng pangran matur manêmbah | sakêlangkung kapundhi sih paduka ji | dhumatêng pun patikbra ||

22. kangjêng sultan angêndika malih | seje wêktu ingsun yun kêpanggya | lan wiku Giri Pêrapèn | ing mêngko jakkên mantuk | kang miruda Si Jayèngrêsmi | karêpe ayun nandha | marang jênêng ingsun | amung sêlamêt tekadnya | têmbe asung pêtilasaning nêgari | mumpuni ing kasidan ||

23. njêng pangeran ndhêku atur pamit | saha garwa mring ka-Surabayan | wus linilan nulya lèngsèr | sang prabu angêdhatun | kangjêng ratu kondur kinanthi | wus praptèng Surabayan | tan pisah sang wiku | sagarwa putra pinêrnah | pondhokira ngêlêmpak dadya sêwiji | pan datan kêwoworan ||

24. paring dalêm sugata amintir | pinisalin sakèhe boyongan | samya suka rêna tyase | lir jagong amêmantu | dadya tawan datan pinikir | ngluhurkên asma sultan | satuhu pinunjul | njêng ratu ambage brana | jêjarahan dhumatêng wadya gung alit | kêsmaran tampi kucah ||

20. ASMARADANA

1. nêngna nagari Mêntawis | tamat ing Giri bêdhahnya | gantya ingkang winiraos | Dyan Dayèngrêsmi[6] winarna | praptèng madyaning wana | santrinya kêkalih nusul | Gathak Gathuk namanira ||

2. Cilêgon wutah rahnèki | nêmbah matur rawat waspa | tan sagêd pisah dasihe | ulun tumuntur sêparan | rahadyan lon ngêndika | ingsun mêngayubagyèstu | nggonira mantêp sih trêsna ||

3. nahên lampahira prapti | pêtilasaning kêdhatyan | Majapait duk kinane | anon rêngganing gêpura | banon abrit kinarya | rapêt ing pêmasangipun | atose wus kadya sela ||

4. pêmasang datanpa gamping | tigas ginosok kewala | lawan banon sami banon | saking mathise pasangan | suluhan tan kêtingal | lir sêrimbag banon wutuh | ingukir pinatra sêkar ||

5. ing sanginggilira kori | sinungsun tinumpang-tumpang | mancut rêmit pêngukire | ing sapucaking gêpura | kêthukulan mandera | rompyoh-rompyoh angrêmbuyung | kiwa têngêning gapura ||

6. binanon nglajur ngubêngi | cêpurinira kêdhatyan | radyan mung kalih santrine | kêmput dènira umiyat | nulya manjing jro pura | njujug ing bêlumbang agung | toya wêning gilar-gilar ||

7. binotrawi sela abrit | kêmput têpining bêlumbang | tinêpi sasêkarane | andong anggrèk argulo bang | noja myang sêkar nala | nagasari cêpaka rum | clakêt myang sêkar rêjasa ||

8. rukêm raga ina tuwin | klurak kalak kanigara | kêmuning kênanga kaot | dlima wantah dilêm ngambar | têluki sruni wungyan | wratsari landêp sumusup | pêcar cina pudhak ngambar ||

9. kathah winarna ing tulis | kumênyut tyasira radyan | èngêt mring ari sang sinom | Rancangkapti kadang ingwang | punika rêmênanta | wanci bangun ngundhuh santun | kêkiring ing pêtamanan ||

10. marang ngêndi sira yayi | rahadyan sabili nala | tyas pinupus nulya ngalèr | umiyat kanang kuburan | rahadyan uluk salam | karêngèng wangsulanipun | ya radèn ngalekusalam ||

11. Jèngrêsmi myang abdi kalih | guyup samya rêratiban | bakdanya ratib gya lèngsèr | tan patya têbih gya miyat | rêca amuka sona | Gathak Gathuk kagyat njumbul | bilai ngong sêngguh jalma ||

12. tibane watu si anjing | radyan njajah jroning pura | sonya tan ana tabête | gya wangsul maring bêlumbang | angambil toya kadas | Gathak adzan tamat[7] Gathuk | samya fardhlu wêktu ngasar ||

13. wus bakda anulya mijil | rarywan ngajênging gêpura | nulya ana janma rawoh | nyakêti lênggahnya radyan | alon ing aturira | anggèr ingkang nêmbe rawuh | sami katuran raharja ||

14. sintên sinambat ing wangi | paran kang sinêdyèng karsa | radyan angêndika [angêndi...]

--- 1 : 26 ---

[...ka] alon | paman asuka pêmbagya | sangêt panrimaningwang | tanpa wisma raganingsun | moyang ngupadosi kadang ||

15. nama karan bagus santri | paman ulun atêtanya | andika sintên kasihe | nun kula nama Ki Purwa | ingkang kêjibah têngga | pêtilasan kêdhaton gung | Majapait raning praja ||

16. yèn kêparêng bagus kampir | dhumatêng sudhunge paman | radyan manis andikane | abangêt panrimaningwang | anèng ngriki kewala | ngiras nênêpi katèngsun | ngalap bêrkahe minulya ||

17. nun inggih langkung prayogi | dhasar pênêpèn punika | lamun malêm Nggara Kasèh | kathah tiyang manca prapta | mawarna kang sinêdya | angujung astananipun | jênêng dalêm Putri Cêmpa ||

18. punapi sampun ningali | dhatêng lêbêting kêdhatyan | paman wus salêsih ingong | kêkaring anèng jro pura | umiyat pêkuburan | rêca miwah blumbang agung | paran gotèkipun kina ||

19. Ki Purwa turira aris | punika ingkang gêpura | waringin bawang wêstane | bêlumbang kang kêlangênan | Sang Prabu Brawijaya | Putri Cêmpa kang kinubur | wus manjing agama Islam ||

20. rêca pinindha narpati | Bêlambangan Menakjingga | dadya tirakatan gêdhe | punika gotèk ing kina | dene sanggar pamujan | winastanan candhi Brawu | tan têbih saking kêdhatyan ||

21. punapa dèrèng ningali | ing mangke dalu kewala | ulun ingkang ndhèrèkake | wêktu mahrib wus andungkap | Gathak Gathuk gya adzan | paragad dènira wêktu | mahrib atanapi ngisa ||

22. sêdhênge purnama sidi | padhang bulan kêkêncaran | rahadyan alon lampahe | Ki Purwa lumakyèng ngarsa | Gathak Gathuk tan têbah | praptèng candhi Brawu sampun | pêmujan Sri Brawijaya ||

23. wangune candhi lir mêsjid | payon banon têtumpangan | dadya lincip pungkasane | ngandhap sinungan wiwara | Ki Purwa aturira | sumangga bagus umasuk | maring plênggahan pêmujan ||

24. radyan myang santrinya kalih | wus manjing jroning pêmujan | langkung kacaryan driyane | miyat rêrênggan sarwendah | myang awuning kang dupa | ngêndhukur lir pendah gumuk | wus tamat anulya mêdal ||

25. Ki Purwa umatur aris | wontên malih candhi endah | Bajang Ratu nggih namane | ananging klêbêt sirikan | yèn wontên kang umiyat | tan kêdugèn kajêngipun | miwah apês kang pinanggya ||

26. prayogi botên ningali | radyan angling paman iya | kèndêl ing ngriki kemawon | ulun apamitan pisan | ing ari benjang enjang | ayun ndumugèkkên laku | ngupaya kesahing kadang ||

27. Ki Purwa umatur inggih | sumangga sakêrsa tuwan | dalu datan winiraos | wanci pajar gidib nulya | angambil toya kadas | paragading wêktu subuh | rahadyan aris ngêndika ||

28. paman kantuna basuki | Ki Purwa nuwun turira | rahadyan lajêng lampahe | samarga arawat waspa | nênêdhèng ing Pangeran | rahayuning arinipun | rama miwah kulawarga ||

29. lêpas lampahnya dumugi | candhi Panataran Blitar | nèng ardi Kêlut sukune | sela cêmêng kang kinarya | agêng ingkang sajuga | wit ngandhap tumêkèng pucuk | ingukir ginambar wayang ||

30. radyan gya munggah ing candhi | tundha pitu têkèng puncak | udhunira alon-alon | Gathak Gathuk bêrangkangan | tyas agung têrataban | têkèng ngandhap Gathuk muwus | Gathak mau gambar apa ||

31. kang ingukir pinggir candhi | lunglungan cêplok kêmbangan | mèmpêr wayang buta kêthèk | Gathuk ing pangiraningwang | gambare Rama tambak | katara kêthèke brêngkut | candhi alit tiningalan ||

32. lir cungkup wangunanèki | ing sanginggiling wiwara | sinêrat sastra budhane | Gathuk matur ing rahadyan | punika kadiparan | kajênging sastra punika |[8] pating bênthalit tan cêtha ||

33. rahadyan ngandika aris | sastra Budha pêpèngêtan | sèwu rongatus petunge | sangang puluh siji warsa | nalikane akarya | ing sanggar pêmujan iku | manthuk-manthuk Gathuk Gathak ||

34. tapis dènira ningali | mentar saking Pênataran | awirandhungan lampahe | ngancik pêdhêkahan Goprang | miyat kang rêca sela | kêkalih èstri myang jalu | anèng satêpining marga ||

35. sêkar konyohe mênuhi | dupanira datan kêndhat | tinêngga pêlawangane | Gathak Gathuk lon têtanya | kiyai nika napa | juru kunci lon sumaur | bagus niki pênyadranan ||

36. kang jalêr nama Kiyai | èstri nama Nyai Goprang | pan dadya pêkaulane | kang samya aminta bêrkah | nyênyuwun

--- 1 : 27 ---

ge sêsuta | sarat lênggah kalihipun | ngungkurakên kyai rêca ||

21. PANGKUR

1. lah punika pêlanangan | ingkang ngadêg sipat grananya kyai | ingkang samya anyênyuwun | sawusing adêdupa | nulya matur punapa sakajatipun | lamun nyuwun ge sêsuta | kalihe samya nglinggihi ||

2. ing pucuking pêlanangan | kang wus klakyan tumuntên darbe siwi | Gathak Gathuk angêcêmut | hi tobat nora nyana | ingkang njêjêr ngatêr iku dadi pêlus | radyan lajêng lampahira | manjing Lodhaya wanadri ||

3. miyat wisma lit gêdhegan | payon atêp ing salêbêting panti | êgong sajuga gumandhul | nulya kampir rahadyan | tan adangu juru kuncinira rawuh | têtanya punapa kêrsa | Gathak Gathuk lon nauri ||

4. kula mung mampir kewala | kadipundi dene gong nèng wanadri | juru kunci sauripun | sampun kina-kumina | pan dumadya pêpundhène tyang sêdhusun | naminipun Kyai Pradhah | sintên ingkang darbe kardi ||

5. mawi anabuh gamêlan | tamtu ngangge êgong Pradhah Kiyai | yèn tan mêkatên saèstu | bilai kêsusahan | sabên dintên malang dinupan kumêlun | sinêkaran binorehan | mila wêrni nganti kuning ||

6. rahadyan wusing miyarsa | cariyosnya kiyai juru kunci | nulya lajêng lampahipun | lumêbêt pêdhêkahan | aningali wisma alit dhapur tajug | ngêndika mring Gathuk Gathak | payo ngaso maring mêsjid ||

7. tumindak anon bêlikan | toya wêning rahadyan miwah abdi | samya ngambil toya wudlu | wus malbèng jroning langgar | Gathak Gathuk adzan nanging datan sêru | tyasira tansah trataban | wusing sunat fardhlu mahrib ||

8. linajêngkên wêktu ngisa | pêragading sêmbahyang amiyarsi | swaraning janma kêmrumung | Gathuk enggar tyasira | lirih angling Gathak ayo padha mêtu | nêmoni jalma kang nywara | baya iku ingkang kêmit ||

9. kalihe mêdal lon-lonan | praptèng jawi sru kagyatirèng galih | anon sima samya turu | ngubêngi ponang langgar | angalemprak adu pathak adu bathuk | ngorok nggêrêng sêsênggoran | Gathak Gathuk wangsul aglis ||

10. wel-welan matur mring radyan | dhuh bêndara kawula tur udani | suwara jalma gêmrumung | dupi kawula mêdal | yun manggihi sun sêngguh jalma satuhu | kang samya yun maring langgar | jêbul sima kathah guling ||

11. cacahipun tan kantênan | lèsèh anjrah kadya babadan pacing | mangke mènèk samya wungu | tan wurung anêmpuh byat | mbêrakoti angêmah-ngêmah mring ulun | rahadyan mèsêm ngandika | sira ywa padha kuwatir ||

12. luwih kêrsaning Pangeran | yèn wus pêsthi tan kêna owah gingsir | tan kêna kêlamun luput | tan luput lamun kêna | balik padha pasrah sumarah Hyang Agung | kawula amung sadêrma | lir sarah anèng jêladri ||

13. wis Gathak Gathuk turua | ingsun ingkang ngêlèki têkèng enjing | rarya kalih nulya turu | ngêringkêl datan obah | tan asêgu radyan munlajat sêdalu | mêminta ing karaharjan | dupi wusing bangun enjing ||

14. sêmbahyang subuh pribadya | wusing bakda akiring pajar sidik | ginugah kang samya turu | tangi arêrêm ayam | miyarsakkên swara sêpi tandya lungguh | mèh raina masêmu bang | hyang aruna ayun mijil ||

15. ngintip-intip Gathuk Gathak | anon jalma katiga samya linggih | kadi mêntas tangi turu | dupi miyat jro langgar | ana tamu katri eca dènnya lungguh | tri umentar gêgancangan | tur uning mring lurahnèki ||

16. dupi praptèng ngarsa lurah | atur uning ing langgar ana janmi | têtiga juga binagus | rêspati mawa cahya | winêtara sêdalu manggèn ing ngriku | ki lurah gawok ing driya | wus anêrka yèn wong luwih ||

17. parentah mring rabinira | hèh Rubiyah sêdhiyaa dèn aglis | bucu kang apik sênanjung | iwak dhèndhèng mênjangan | bayêm ati gudhang pon-êmpon myang timun | siwalan ingkang dêmêgan | miwah lêgène ywa kari ||

18. Rubiyah matur sêndika | wus samêkta ki lurah miwah rabi | laju maring langgar gupuh | umarêk mring rahadyan | praptèng ngarsa matur marang sang linuhung | anggèr kula nilakrama | sintên sinambat ing wingking ||

19. paman kula santri moyang | angulati mring kadang kang lunga nis | sêparan kawêlasayun | balik ta sintên paman | lurah matur kang sotah mêstani ulun | Ki

--- 1 : 28 ---

Carita dadya lurah | ing dhusun Pakèl puniki ||

20. mila kula gupuh sowan | de rumiyin tumêkèng ing samangkin | tan ana janma kang purun | lumêbêbt maring langgar | mung paduka saèstu lamun linuhung | baya trah amaratapa | wijile andana warih ||

21. kamipurun abdi para | atur dhahar lumayan ing kêlantih | angsala bêrkah pukulun | kaswaban kanugrahan | wus tinata sang luhung ngecani kalbu | dhahar wêtara sêkluwak | dhèndhèng mênjangan sêcuwil ||

22. antobe ambal-ambalan | wus dumugi rampadan gya cinarik | dhaharan lumadyèng ngayun | siwalan myang deresan | radyan dhahar siwalan tanapi nginum | deresaning kang siwalan | nikmat sêgêr sarirèki ||

23. Gathak Gathuk ingacaran | lah suwawi nggèr aywa isan-isin | ndika nêdha kang pikantuk | nggih wakne ywa sumêlang | Gathak Gathuk dènnya dhahar angêthêkul | kalihe wus tuwuk samya | angêndhoni sabuknèki ||

24. radyan ris tanya Ki Crita | kadiparan cariyosira nguni | griya myang kêpèk gumandhul | Ki Carita turira | inggih saking gotèkipun tiyang sêpuh | griya winastanan sanggar | pamujan kala rumiyin ||

25. kêpèk kêkalih punika | kang satunggal pan isi sinjang lurik | wêrni-wêrni corakipun | miwah sinjang praosan | dêsthar têpèn renda myang praosan luhung | dene kêpèk satunggilnya | isi kampuh gadhung mlathi ||

26. mawi kapêraos jênar | kacariyos kagungan dalêm gusti | Kangjêng Nyai Rara Kidul | sabên taun sêpisan | kula bêkta dhumatêng ing wisma ulun | mariksa jangkêping cacah | sarta ngiras angisisi ||

27. sampune jangkêp kang cacah | lajêng wangsul maring ing sanggar malih | nalika pamêndhêt ulun | tuwin wangsuling barang | sampun têmtu wontên sima kang tut pungkur | nanging saking têtêbihan | punika sima kang jagi

28. sabên dalu tiga-tiga | bilih siyang sami awarni jalmi | wit pakèl sangajêngipun | ing sanggar kalih pisan | miwah uwit durèn kêkalih puniku | anèng kiwa têngên langgar | tanêmanira njêng gusti ||

29. Panêmbahan Senapatya | mila sabên woh katur mring Mêntawis | Gathak Gathuk ririh muwus | wakane napa ingkang | dèn arani sima gadhungan puniku | de tyang datan mawi tungkak | nggih mêkatên gotèknèki ||

30. rahadyan manis ngêndika | man Carita bangêt tarima mami | buja kramanta mring ulun | Allah kang malêsêna | rèh wus siyang ulun ndêmugèkkên laku | Ki Carita aturira | sumangga kêrsa sang pêkik ||

31. kêpungkur ing Pakèl desa | lampahira ngalèr ngetan lêstari | kèndêl kalanirèng wêktu | prapta ing tanah Tuban | aso anèng ngandhap randhu wana agung | Gathak Gathuk gawok mulat | agênging wit anglangkungi ||

32. kubênge gya pinêcakan | têpungira pitung dasa kêkalih | radyan utusan mring Gathuk | kinèn ngupaya toya | gya umentar tan pantara têbihipun | anon sumur sela krêsna | toya lêbêt langkung wêning ||

33. wangsul matur mring rahadyan | pinurugan lawan santri kêkalih | sumur watu kêbak banyu | malah kongsi mbaludag | kêramate cêcalon wali linuhung | Gathak Gathuk kagawokan | nulya ngambil toyastuti ||

34. rampung dènnya samya kadas | toya mêndhak pulih lir nguni-uni | wangsul wêktu ngandhap randhu | bakdane salad ngasar | gya tumindak gandrung-gandrung kapirangu | èngêt mring kêkalih kadang | sira yayi mênyang ngêndi ||

35. anon sumbêr binalumbang | toya wêning winastanan ing bêkti | Rancangkapti ariningsun | nguni karêmênanta | adus marang bêlumbang ingkang binatur | radyan kèndêl sawêtara | anulya lumampah malih ||

36. ngidul ngilèn praptèng wana | langkung wêrit andungkap wêktu mahgrib | kèndêl ngandhap mandera gung | anèng têpining sêndhang | binotrawi pinagêran sela pingul | sawusing têtoya kadas | ngraras ati wêktu mahrib ||

22. MIJIL

1. pêragading ngisa lawan mahrib | pitêkur sang anon | ngluhurakên asmaning Sang Angrèh | Gathak Gathuk wus dangu aguling | na swara kapyarsi | lir mriyêm jumêgur ||

2. lir kêlindhon bumi gonjang-ganjing | Gathak Gathuk mbêngok | gurawalan ngarukêt rahadèn | saya rame kang swara kapyarsi | sirêping swarèki | Gathak Gathuk ngantuk ||

3. tan pantara rahdyan udani | wanodya kinaot | makidhupuh anèng ing ngarsane [ngar...]

--- 1 : 29 ---

[...sane] | mangênjali matur nora krami | dhuh risang linuwih | ruwatên pukulun ||

4. ing munajat satuhu karya gring | maring wadyaningong | radyan mèsêm aris ngêndikane | babo rara sapa kang wêwangi | lan wismanta ngêndi | de praptèng ngarsèngsun ||

5. kawruhanta sang luhung wak mami | nguni putra katong | Brawijaya pungkas sang pamase | kang mandhirèng kraton Majapait | rusaking nêgari | salin srengat rasul ||

6. ulun datan kêduga nglakoni | ing agama kaot | banjur maring wana Bago kene | atêtluka kêrsane dewadi | kinèn angratoni | sagunging lêlêmbut ||

7. ingkang manggon nèng Bago wanadri | de kêkasih ingong | Njêng Ratu Mas Trêngganawulane | sêndhang iki apan sun arani | Sugihwaras nênggih | pasiraman ingsun ||

8. amung sabên ari Sukra Manis | nggon ingsun lêlangon | sapa wonge kang mantêp atine | yun kêtêmu marang jênêng mami | sêranane mawi | tirakat sêdalu ||

9. ing malême ari Sukra Manis | pêsthi ingsun rawoh | sarta asung apa sasêdyane | ing samurwat sarta bênêr bêcik | mriyêm ingkang muni | sabên ratri iku ||

10. prêtandhane kêraton arja di | mupus ing tyas ingong | baya uwus ginaris pêpêsthèn | têkdiring Hyang tan kêna wah gingsir | ragèng sun sadêrmi | sumarah sêkayun ||

11. paran kêrsa sira praptèng ngriki | jarwaa sayêktos | Jayèngrêsmi alon ngêndikane | angulati kadang ngong kang anis | jalu lawan èstri | wus lawas tan pangguh ||

12. njêng ratu mas aturira manis | babo sang kinaot | dèn narima pan durung mangsane | têmbe panggih yèn rahadyan uwis | kaukum ing nagri | linabuh ing laut ||

13. nèng Tanjungbang kono nggone dadi | banjur atêtêmon | aywa kêmba lakunira radèn | anyaloni dadining aluwih | Radyan Jayèngrêsmi | ana marêmipun ||

14. lah ratu mas buron apa iki | kang padha mêthangkrong | anèng êpang tan katon raine | kaya munjuk buntute tan kèksi | ratu mas lingnya ris | tukang aranipun ||

15. hèh ratu mas sapa kang sung uning | ing satêkaningong | Sri Trêngganawulan lon ature | pêksi dhandhang sung alamat muni | kêna dèn titèni | kandhane wong sêpuh ||

16. lamun ana pêksi dhandhang muni | saking wetan kulon | nglamat bêcik tamuan badhene | ing pandhita utawa wong luwih | lamun dhandhang muni | saking wetan kidul ||

17. yèku bêcik ing alamatnèki | barang karya dados | lamun ana dhandhang munya mangke | saka kidul bênêr prênahnèki | alamat rêjêki | ingkang arsa rawuh ||

18. lamun ana pêksi dhandhang muni | saking kidul kulon | iya iku ala alamate | arsa padu rêbut sewalèki | lamun dhadhang muni | kulon sangkanipun ||

19. alamate apan arsa rabi | yèn saking lor kulon | dhandhang muni ala alamate | apan arsa kagêringan ati | dèn angati-ati | awas lawan emut ||

20. atobata maring ing Hyang Widhi | poma dikalakon | dhandhang muni lor bênêr sangkane | yèku ala alamatirèki | yêkti arsa panggih | kêwirangan agung ||

21. yèn amuni ing lor wetan saking | alamat tan awon | yun kêtêmu ing prêsanakane | miwah kadang ingkang wisma têbih | lamun dhandhang muni | mencok wuwungipun ||

22. ing wismane kang nginggil pribadi | swaranira alon | yun kêtêkan susah alamate | tamat alamate dhandhang muni | gurune wismèki | ngêndi sakanipun ||

23. wangsiting Hyang lamun prênjak muni | iku diwaspaos | sung alamat bêcik lan alane | wus pinêsthi carita duk nguni | sêmune kang pêksi | prênjak uninipun ||

24. lamun ana pêksi prênjak muni | sarêng sakêloron | anèng kidul ing wiswa prênahe | ngantya dangu ing alamatnèki | tamuan priyayi | bêcik sêdyanipun ||

25. lamun ana pêksi prênjak muni | kêprênah nèng kulon | pantinira ala alamate | ayun ana têtamu kang prapti | sêdyanya tan bêcik | ngajak tukar padu ||

26. lamun ana pêksi prênjak muni | kêprênah anèng lor | pantinira bêcik alamate | guru prapta kêrsane sung wangsit | sêdhiyaa nuli | kang suci kang patut ||

27. lamun ana pêksi prênjak muni | wetan panti mêngko | mencok payon kandhang gêdhogane | nglamat ala yun kabêsmèn yêkti | dèn angati-ati | ywa lena ing kalbu ||

28. pêksi prênjak muni angidêri | wisma têpung golong | pan prayoga iku alamate | bakal antuk donya ingkang suci | myang arta kalali | mujia Hyang Agung ||

--- 1 : 30 ---

29. titi tamat alamating pêksi | kang bêcik kang awon | iku ingkang ingsun estokake | bênêr luput karsane Hyang Widhi | ingsun dêrma manggih | ing kaol rumuhun ||

30. Radèn Jayèngrêsmi ngêndika ris | sang ratu kinaot | buron apa kang na paedahe | njêng ratu mas aturira aris | sato tukang adi | mêngko ingsun tutur ||

31. murwèng sato muka kang linuwih | tukang winiraos | iku agung sawabe ta dene | wus mutamat para nabi wali | miwah para mukmin | poma dèn lêstantun ||

32. dèn ugêmi aywa ge dèn wadi | yèn tan tunggal batos | tukang iku pinèta sirahe | dèn lèhêna bun-êmbunannèki | pênganggone nênggih | lamun ana musuh ||

33. datan têdhas ing sênjata dening | utêke dèn êmor | barang lênga dene pênganggone | ana gawe cinampur ing dhiri | watêk têguh nênggih | luput sênjatèku ||

34. lambe ilat dèn nggo jimat nênggih | kalis gêlap rêko | apan siyung kêlawan kukune | pan kinarya ngukur janma guling | insya Allah mati | nênggih wong puniku ||

35. utawa dèn kosokakên janmi | dadi kaku kang wong | dèn nggo sipat nênggih gêgêtihe | barang ingkang aningali asih | lamun dèn wor warih | nênggih banyu susu ||

36. nuli dèn usapakên ing kêndhil | ujaring pawartos | datan matêng nênggih liwêtane | wulunipun dèn sêbar ing panti | paedahe malih | durjana tan wêruh ||

37. anadene wêwudêlirèki | dèn nggo tamba kang wong | lara busung kang têngên matane | dèn wor lawan gêtih sêrut nênggih | lan luhe wong nangis | dèn nggo sipat iku ||

38. insya Allah wong liyane ahli | pêsthi datan wêroh | lamun lungan pan dèn usapake | saka ngomah paedahe nênggih | tan kêna dèn ambil | duwèke wong iku ||

39. mata kiwa dèn wor lan kêsturi | lawan kapur baros | apan den nggo nênggih sa-Allahe | dèn kasihi wong lanang lan èstri | wus titi nikmati | sato tukang luhung ||

40. ana maning sirah ingkang pêksi | platukbawang kaot | luwih akèh tinimbang tukange | wulu daging jro ambalungnèki | kabèh mumpangati | kanthi pedah luhung ||

23. KINANTHI

1. lah mirêngna radyan ulun | amarna sarahing pêksi | saking Njêng Nabi Suleman | nênggih ingkang anjarwani | kang pêksi pêlatukbawang | kèh manpangati winilis ||

2. yèn kang rumiyin dinunung | cucukipun ingkang nginggil | karya sêpuh ing gêgaman | gêgaman sêkalir-kalir | sawabipun datan ana | têguh tan pasah kêtitis ||

3. yèn tan pasah kang tinanduk | dadya sakit gêng ndhatêngi | tan waras prapta ing pêjah | ilating pêksi winarni | dhinahar ingkang paedah | ing pamicara prêtitis ||

4. netranira yèn ginantung | mungging saluhuring kori | têbih saking duratmaka | wuluning murda kinardi | sumping raryalit sawabnya | atêbih saking pênyakit ||

5. wulu pan kinarya pupuh | ing netra pan datan kêni | ing lêlamur sawabira | jêjantungipun binukti | sawabipun sarwa gampang | sêbarang ingkang kinapti ||

6. lan kêbuka ngèlmunipun | ampêrunipun upami | winor lan inum-inuman | miwah winor lan jêjampi | sawabe rikat lumajar | pringsilanipun binukti ||

7. kinasihan sawabipun | mring wanodya lawan malih | kinasihan ing pêndhita | miwah maring para wali | dhadhaning pêksi dhinahar | sawabipun lamun sakit ||

8. enggal ing waluyanipun | brotol binukti pawèstri | sawabipun kinasihan | dyah ika marang ing laki | tuntut winor lan gulunya | binasmi nulya binukti ||

9. ing pawèstri sawabipun | linuwih samining èstri | laripun kinarya gêlang | elingan sêbarang kardi | lawan malih ingkang êlar | winor ing sabuk prayogi ||

10. kinasihan sawabipun | lamun suwitèng narpati | yèn sinèlèh soring bantal | pêtilêman sawabnèki | tiningalan sarwa endah | tur rinêksa ing Hyang Widhi ||

11. sawabe ingkang bêbalung | akuwat yèn dèn simpêni | myang balung suwiwinira | sinèlèhakên ngisoring | pêsareyan datan liyan | sawabe akuwat malih ||

12. atinipun pan ginantung | luhure dènira guling | sawabipun bêtah sahwat | yèn winor lisah kêlêntik | myang wêwêdhak ingkang sawab | sirna sagunging sêsakit ||

13. suku kalih sawabipun | lamun pinêndhêm sêsabin | myang sakèhing têtanêman | tulus wohipun andadi | lamun malih ingkang manah | ginêlangakên ngastèki ||

--- 1 : 31 ---

14. winasita sawabipun | isining wisma sêkalir | têbih saking ing lêlara | nênggih atinipun malih | ingusapakên ing dakar | bêtah sahwat sawabnèki ||

15. ingkang ilat kinaryèku | jimat sawabe tan kenging | ing luwe bêtah alapa | lawan kulitipun malih | tinalèkakên padharan | yeka bêtah luwe malih ||

16. kêpalanira kang manuk | kinarya jimat ajurit | kinajrihan marang mêngsah | yèn wontên wisma upami | panas tan kêna kanggonan | pinêndhêman êlarnèki ||

17. pênjawat kang têngênipun | wolung lêmbar aja luwih | pêpadonipun lor wetan | dadya tawa panasnèki | gêtih dèn akingkên ika | winoran ing bawang abrit ||

18. lawan adus nulya kinum | ing toya nèng pinggan putih | karya jampi lara netra | pinupuhakên tumuli | insya Allah dadya waras | yèn wontên sêsakit kuping ||

19. pinupuhakên pan mantun | lamun arsa dèn kasihi | mring wong akèh myang yèn arsa | sugih myang yèn arsa dadi | barang ingkang tinanêman | puasaa tigang ari ||

20. dèn kadya puasa agung | pinatêka donganèki | puniki mèle kang donga | Allahuma bêrkat saking | Gusti Bagendha Suleman | mung iku tan ana malih ||

21. kang pinangan atinipun | ingolah sêkalir-kalir | yèn wus dènira puasa | matêk donga sarwi bukti | yèn adagang myang ngawula | dèn têtêp ywa walanggalih ||

22. kêlamun arsa sirèku | sinihan wong kathah malih | tyas lan ilat winor barang | olah-olahan binukti | lamun arsa matènana | ing wong durjana mêmaling ||

23. ingkang kiwa tapakipun | sinundêp ing cucuk nênggih | insya Allah lajêng pêjah | lamun arsa sugih ngèlmi | tyas binukti lawan uyah | gorèng wus titi kang pêksi ||

24. rahadyan ngêndika arum | Ratu Mas Trêngganasasi | bangêt ing panrimaningwang | sira sung pitutur jati | alamate pêksi dhandhang | miwah pêksi prênjak muni ||

25. sarahing tukang linuhung | myang pêlatukbawang pêksi | apa kang dak walêsêna | ratu mas turira aris | luwih kêrsaning Hyang Suksma | ingsun iki mung sadêrmi ||

26. kabèh kang wus ingsun wuwus | iku darbèkmu pribadi | namung kang mêdharkên ingwang | sarèhning wus lingsir akir | sun paliman lilanana | mantuk mring kahyangan mami ||

27. wus tan katon kangjêng ratu | Gathak Gathuk nulya tangi | sarya matur mring rahadyan | kawula sêtêngah ngimpi | mirêng swara tanpa rupa | amung ganda amrik wangi ||

28. lir tindhihên raosipun | sruwang-sruwing kapiyarsi | tukang platuk lunjak-lunjak | sarah-sarah dèn adhangi | punika ginêm punapa | sintên rencang paduka ngling ||

29. rahadyan ngêndika arum | kawruhanamu kang prapti | anêmoni jênêng ingwang | iku ratuning dhêdhêmit | ngêdhaton ing Bago wana | ing nguni putri narpati ||

30. Sang Aprabu Majalangu | Brawijaya kang sêsiwi | agêntur amatiraga | tan sarju salin agami | kêtrima panêdhanira | bisa jumênêng narpati ||

31. ngratoni sagung lêlêmbut | sajroning Bago wanadri | sabên bêngi mêriyêman | Gathak Gathuk duk miyarsi | mêrinding githok mêngkarag | wus awanci pajar sidik ||

32. samya wudlu wêktu subuh | pêragad dènnya ngabêkti | lingsir saking sugih waras | ngancik suku Pandhan wukir | manjat mênginggil wus prapta | ing dhusun kêdhaton adi ||

33. nyabrang lèpèn mili ngidul | toyanya nyarong awêning | miyat balung langkung kathah | agêng-agênge nglangkungi | lajêng lampahira radyan | wus praptèng sukuning ardi ||

34. ing Gambiralaya gunung | nulya umanjat mênginggil | praptèng puncak non prêtapan | tanggul siti angubêngi | tinanêman sêsêkaran | argulo gandanya amrik ||

35. pinêcakan ubêngipun | tigang dasa langsung kalih | njawi tanggul kidul wetan | wontên rêca sela langking | patrape lir jalma priya | mangku pêlanangannèki ||

36. wus pisah lan badanipun | mung sêpucang agêngnèki | Gathak Gathuk latah-latah | ana mênèh angungkuli | duwèke rêca Ki Goprang | kalah dawa gêdhe iki ||

37. rahadyan nulya têmurun | ngalèr ngèrèng-èrèng wukir | anon balung agêng panjang | tikêl pat lan kang rumiyin | praptèng ngare angêndika | lir mas tumimbul ing warih ||

--- 1 : 32 ---

24. MASKUMAMBANG

1. lah ta Gathak sira umèntara aglis | maring pêdhusunan | kêtêmua kanca bumi | angilènana dawêgan ||

2. wus umentar anjujug wisma pêtinggi | gupuh ingacaran | lah pantèn kêrsa punapi | kula yun ngilèni dêgan ||

3. anak kula kêlantih nèng suku wukir | ki pêtinggi lingnya | botên susah angilèni | nulya ngambil kang dawêgan ||

4. patang iji sampun pinarasan sami | lah pantèn sumangga | kula bêktane pribadi | kerid lampahira Gathak ||

5. praptèng ngarsa mundhuk-mundhuk ki pêtinggi | Jèngrêsmi ngêndika | kaki sun tanya sirèki | wisma miwah kang sinambat ||

6. nama karan dhusun ingkang kula nggèni | punika Padhangan | kêtêlah sami mêstani | dhatêng kula kaki Padhang ||

7. sumapala kamipurun ingkang abdi | ngaturi sugata | lumayan jampi kêlantih | sacêrêt wêning dawêgan ||

8. iya kaki bangêt ing pênrima mami | pasihanta mringwang | Allah ingkang ngudanèni | ing sakalêthêking manah ||

9. radyan ngunjuk ing wêning nyu sawêtawis | têlês ing gorokan | kêraos nikmat ing dhiri | ngêndika alkamdulillah ||

10. linorodkên maring santrinya kêkalih | we nyu papat bebas | dawêgan gya dèn plathoki | ngalih sewang samya têlas ||

11. radyan angling kaki ingsun minta uning | mau ingsun ngambah | pêdhukuhan suku ardi | myat balung kèh agêng panjang ||

12. nulya manjat malih mring puncaking wukir | anon pêtilasan | kidul ana rêca siji | mangku kadya pêlanangan ||

13. mêdhun maring èrèng-èrèng uning malih | balung gêdhe dawa | ngungkuli kang mau kaki | kadiparan critanira ||

14. kaki Padhang tumênga matur sang pêkik | dongèngipun kina | sukunipun Pandhan wukir | dhusun Kêdhaton namanya ||

15. kala jaman purwa kêdhaton rasêksi | Sang Prabu Arimba | rikala amangun jurit | mêngsah panênggak Pêndhawa ||

16. Arya Sena ingkang unggul ing ajurit | rasêksa kèh pêjah | punika bêbalungnèki | sang prabu yêksa Arimba ||

17. pêjahipun anèng èrèng-èrèng wukir | ing Gambiralaya | ingkang paduka tingali | anglangkungi agêng panjang ||

18. tiyang satus mbokmênawi tan kuwawi | lèpèn alit ingkang | mêngidul ilinirèki | winastan lèpèn Jêrohan ||

19. Sri Arimba sêsampune angêmasi | pancanaka mangsah | ing wadhuk jêrohan mijil | binucal lèpèn punika ||

20. pan kêtêlah namane prapta ing mangkin | ing lèpèn Jêrohan | prêtapan pucaking wukir | ingaran Gambiralaya ||

21. duk rumiyin wontên putri amêrtapi | wêrni ayu endah | nama Dèwi Gêndrasari | wus mêdal istijratira ||

22. wontên tiyang jalêr asru mangun tèki | anama Ki Drêpa | yun mêngangkah mring sang putri | duk ayun mangkat prasêtya ||

23. yèn tinampik amalipun dèn icali | wusana sang rêtna | lumuh dhatêng Drêpa kaki | pêlanangan gya pinagas ||

24. bari lênggah Ki Drêpa lajêng ngêmasi | nanging dados sela | lêstantun ngantos sêpriki | dora lêrêse sumangga ||

25. Gathak njawil mbah Ki Drêpa niku sigit | nêtêpi prasêtya | mbotên kaya wong saniki | sêtyane lamis kewala ||

26. Radèn Jayèngrêsmi angêndika aris | kaki pasihanta | bangêt panarima mami | kaki kantuna raharja ||

27. ingsun nutugake tumindaking sikil | ndhêku kaki Padhang | rahadyan tandya lumaris | tan pisah Ki Gathuk Gathak ||

28. ngalèr ngilèn prapta ing Bojanêgari | myat kukus mêngampak | rahadyan nulya nyêlaki | kang murub wêrni bêlumbang ||

29. pinêcakan kawan likur wiyarnèki | dene panjangira | tigang dasa langkung kalih | lêbête saasta wrata ||

30. tanpa toya dangu dènira ningali | nahên tan pantara | murub lir wisma kabêsmi | latu sumundhul ing mega ||

31. isthanira kadya ngurmati kang prapti | Gathak Gathuk was-was | giris maras-miris tistis | tyas lir tatas anêratas ||

32. kêpalange dhusun Dhandhêr gupuh prapti | mariksa pawaka | kagyat anon janma katri | pinarak têpi bêlumbang ||

33. nglocitèng tyas anèh têmên uwong iki | yèn dudu trah tama | masa wania nyêlaki | ing bêlumbang pêkayangan ||

34. ki pêtinggi anyakêti ing sang pêkik | rahadyan têtanya | baya sirèku kang jagi | bêlumbang isi dahana ||

35. palang matur lêrês timbalan sang pêkik | mila gupuh amba | mariksa bêlumbang api | awit dadya panêngêran ||

36. lamun murub dêlajad kathah sêsakit | dhusun ingkang cêlak | kang uning urubing gêni | apês lir mêndêm pucungan ||

Lajêng nyandhak Cênthini IA.

 


Tanggal: Sabtu (Sêtu) Paing nêmlikur (26) Mukaram (Sura) Je: paksa suci sabda ji (AJ 1742). Minggu 8 Januari 1815. Perbedaan satu hari (Sêtu versus Minggu) sering terjadi dalam konversi tanggal Jawa. (kembali)
Lebih satu suku kata: amêdharkên kang dadya rêntênging nala. (kembali)
tigang. (kembali)
mêthuk. (kembali)
keguh. (kembali)
Jayèngrêsmi. (kembali)
kamat. (kembali)
Biasanya guru lagu u: puniku. (kembali)