Taman Sriwedari (Kebun Raja): Citra 1 dari 5

Yasri kali ini mengumpulkan cerita mengenai Taman Sriwedari. Cerita-cerita yang pertama kali dilansir di berbagai sumber masa lampau ini disajikan sebagai penghargaan terhadap kontribusi luar biasa Taman Sriwedari di kancah budaya (terutama seni dan bahasa) serta bagi masyarakat Indonesia (sebelumnya Hindia-Belanda). Cerita tersebut diangkat karena dirasa masih relevan hingga kini meski terbit pada beberapa dasawarsa setelah Taman Sriwedari didirikan (c. 1899). Hampir 120 tahun sudah Taman Sriwedari menyediakan diri sebagai tempat hiburan sekaligus penebar atmosfer - sebagaimana yang digambarkan oleh salah satu penulisnya - "jiwa" Surakarta. Supaya cerita bisa diikuti secara ajeg, perlu disadari bahwa masa dari cerita-cerita ini adalah masa lampau. Singkat kata, berikut ceritanya:


Sastra Sriwedari

Taman Sriwedari (Kebun Raja): Citra 2 dari 5

Aksara Jawa, penulisannya telah disepakati jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni sejak 1924; dengan catatan, sebagian kecil isu masih menjadi pertimbangan. Kesepakatan itu merupakan hasil kerja dari sebuah komisi bentukan suatu kongres yang digelar dua tahun sebelumnya, Oktober dan Desember 1922, di Sriwedari, Surakarta. Kongres 1922 dihadiri beberapa perserikatan. Ada perserikatan guru, seperti: Normaalschool dan Kweekschool, pejabat pemerintah, Balai Pustaka, serta perwakilan empat keraton Mataram (Kasunanan, Kasultanan, Mangkunegaran, Pakualaman). Ada pula perserikatan bahasa Jawa, seperti: Nitisastra, Kridhabasa, Kridhasastra, Garapbon, Mardibasa, dan Paheman Radya Pustaka. Kesepakatan tentang wawaton (pedoman) bagi penulisan aksara Jawa inilah yang belakangan dikenal sebagai "Sastra Sriwedari" ... baca selengkapnya


Asal-usul Taman Sriwedari

Taman Sriwedari (Kebun Raja): Citra 3 dari 5

Taman Sriwedari, sebagaimana dikisahkan dalam Serat Arjunasasra, adalah nama taman-buatan milik Prabu Arjunasasra yang keelokannya tiada beda dengan taman-taman di surga karena memang asli ciptaan Sri Batara Wisnu. Kendati banyak nama pada masa lalu yang dipinjam-sandang untuk nama-nama pada masa kini, seperti nama orang yang diambil dari nama wayang, belum pernah ada yang meniru nama "Sriwedari". Taman Sriwedari di Surakarta adalah perkecualiannya. Hal itu bisa jadi karena faktor kemiripan karena, selain keberadaan Taman Sriwedari memang serba-menyenangkan, keelokannya sekarang pun tiada terbantahkan ... baca selengkapnya


Robohnya Gapura Taman Sriwedari

Taman Sriwedari (Kebun Raja): Citra 4 dari 5

Bagaikan virus, warta mengenai robohnya gapura Taman Sriwedari sudah menjalar ke mana-mana. Gapura itu diketahui roboh pada malam Kamis, tanggal tujuh bulan ini (7 Agustus 1929), tepat saat sebuah pertunjukan tengah berlangsung. Syukurlah kala itu sedang tidak banyak pengunjung. Tapi, meski begitu, toh tetap saja menelan korban: dua jiwa melayang plus satu orang kakinya patah. Sudah jamak kiranya jika ada musibah yang agak nyeleneh terjadi, orang lalu menghubung-hubungkannya dengan mitos. Sebagian mengatakan, itu adalah suatu isyarat. Tetapi isyarat apa, mana tahu. Mitos lainnya meyakini, itu terjadi karena gapura didirikan dekat pohon asem yang dahulu bernama asem "Sabuk Janur" (di barat pertigaan jalan menuju Kampung Gumuk) ... baca selengkapnya


Taman Sriwedari dalam Cerita Wayang

Taman Sriwedari (Kebun Raja): Citra 5 dari 5

Selain sudah punya teladan, sejak zaman Majapahit, orang-orang Jawa terbilang telah beranjak matang, baik secara lahir maupun batin. Dalam cerita wayang sendiri juga tersua kisah yang berisi panduan cara memilah yang lahir dari yang batin. Panduan itu, semoga saya tidak keliru, adalah berupa kisah pengabdian Raden Sumantri pada Prabu Arjunasasra.

Singkat cerita, Raden Sumantri diterima mengabdi. Ia lalu diutus maju perang ke Kerajaan Magada. Magada kala itu dikepung oleh Raja Sewunagari yang sama-sama tengah memperebutkan Dewi Setyawati. Raja Sewunagari bisa didesak mundur oleh Raden Sumantri. Raja Sewunagari menyerahkan putrinya sebagai tanda takluk. Para putri dibawa ke Prabu Sasrabahu. Belum juga sampai di hadapan raja, Raden Sumantri mengajukan usul kepada Prabu Sasrabahu: karena ini putri utama, bukankah seyogianya diperjuangkan dengan perang?

Prabu Sasrabahu menyetujui usul itu. Maka, berperanglah keduanya. Hampir saja kalah, Prabu Sasrabahu beralih-rupa menjelma raksasa. Raden Sumantri keok, lemah tak berdaya dibuatnya. Ia merintih, memohon ampun. Hingga, giliran Sang Prabu yang mengajukan permintaan.

Permintaan Sang Prabu adalah pindahkan Taman Sriwedari di Gunung Nguntara ke Maespati. Tamannya harus utuh tanpa berubah sedikit pun. Telaganya pun tak boleh kering air karena akan digunakan sebagai wahana bersenang-senang pelengkap acara pernikahan. Jika gagal, Raden Sumantri akan dijadikan musuh selama-lamanya ... baca selengkapnya